4 Kisah Ulama Menasihati Pemimpin Tentang Keadilan sehingga Membuatnya Menangis


 Dalam sejarah Islam, banyak cerita-cerita ulama menasihati para umara (pemerintah). Nasihat itu tulus dari hati. Sehingga merasap ke dalam hati pemerintah yang dinasihati.

Kadang membuat si pemimpin menangis sesenggukan. Benarlah kata pepatah, “Apa yang keluar dari hati, akan masuk ke hati”.

Berikut ini, penulis tampilkan 4 kisah nasihat para ulama kepada para umara. Semoga menjadi ibrah bagi kita semua. Utamanya bagi yang ingin menjadi pemimpin di negeri ini.


         1.      Nasihat ulama kepada pemerintah bahwa di negeri China ada pemimpin yang menangis karena tidak bisa mendengar suara rakyatnya yang minta perlindungan

Suatu ketika, ada seorang ulama yang zuhud (sama sekali tidak mau dunia) datang kepada Harun Ar-Rasyid, pemimpin umat Islam kala itu. Harun Ar-Rasyid adalah raja (khalifah) adil dan saleh dari Khilafah Abbasiyah. Beliau juga sangat menghormati ulama.

Mendapatkan kunjungan orang mulia, Harun Ar-Rasyid tidak menyia-nyiakannya. Beliau meminta nasihat kepadanya.

“Nasihatilah aku!” kata Harun Ar-Rasyid.

“Ya Amirul Mu’minin (Wahai pemimpin orang-orang yang beriman).. Sesungguhnya aku pernah 
pergi ke negeri China. Raja China terkena penyakit di telinganya dan membuatnya tidak bisa mendengar.

Suatu hari, raja itu menangis lalu berkata, “Saya menangis bukan karena pendengaranku hilang. Saya menangis karena ada orang terdzalimi datang kepada saya, minta tolong kepada saya, tapi saya tidak bisa mendengar ucapan mereka. Syukurlah, saya masih memiliki mata untuk melihat mereka”.

Lalu, Raja China itu memerintah ajudannya untuk mengumumkan, barang siapa yang dizolimi dan ingin mengadukannya, pakailah baju merah!

Maka sang raja kemudian menunggangi gajah berkeliling. Jika dia melihat seseorang memakai baju merah, maka sang raja memanggilnya. Menanyakan masalahnya. Lalu memberi keadilan kepadanya.

Lihatlah wahai pemimpin orang-oran yang beriman… Betapa sayangnya raja itu kepada hamba-hamba Allah. Padahal dia tidak beriman. Sedangkan engkau raja yang beriman kepada Allah, engkau pula masih keturunan keluarga baginda,” begitulah nasihat ulama Zuhud itu.

Harun Ar-Rasyid mendengarkan nasheat ulama zuhud itu dengan seksama. Mendekap nasihat-nasihat itu dengan baik.

            2.     Nasihat ulama kepada pemerintah agar menjadi pemimpin adil yang memposisikan rakyat sesuai tempatnya

Kisah Inspiratif yang kedua ini adalah kisah khalifah Umar bin ‘Abdul Azizi. Khalifah yang saleh dan adil. Kahilfah yang mampu memberantas korupsi dan membuat rakyatnya sejahtera dan makmur.

Dikisahkan, saking makmurnya negeri yang dipimpinnya, sampai-sampai sulit mencari orang yang bisa menerima zakat. Karena penduduknya kaya-kaya.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini adalah khalifah dari Bani Umayyah. Beliau juga masih keturunan Sayidina Umar bin Khatab dari pihak perempuan.

Suatu ketika, Umar bin ‘Abdul ‘Aziz bertanya kepada salah seorang ulama tentang adil. Nama ulama itu Muhammad bin Ka’ab Al-Qurathiy.

“Katakanlah kepadaku, seperti apa adil itu?” tanya Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

“Jika ada seorang muslim yang lebih tua darimu, maka jadilah engkau seperti anaknya. Jika ada seorang muslim lebih muda darimu, maka jadilah engkau seperti bapaknya. Jika ada seorang muslim yang seumuran denganmu, maka jadilah kau seperti saudaranya.

Hukumlah para pelaku kejahatan sesuai kejahatannya. Dan jangan sampai kau memukul seorang muslim dikarenakan kau dengki kepadnya. Karena Allah akan menggirimung ke dalam api neraka.  

          3.      Nasihat ulampa pada pemerintah “jangan kau undang aku ke istana!”

Kisah inspiratif mengenai nasihat ulama kepada pemerintah yang ketiga adalah cerita ulama yang bernama Amer bin Ubaid dan Khalifah Al-Mansur, seorang pemimpin umat Islam dari Bani ‘Abbas.

Suatu hari, Syaikh Amer bin Ubaid berkunjung ke istana Al-Mansur. Pemimpin umat Islam itu memuliakan dan mengagungkan Syaikh Amer. Al-Mansur juga menanyakan kabar Syaikh ‘Amer dan keadaan keluarga beliau.

Lama mengobrol, AL-Mansur meminta nasihat kepada Syaikh Amer bin Ubaid.

“Kasihlah aku sebuah nasihat!” kata Al-Mansur.

Maka, Syaikh Amer bin Ubaid membaca surat Al-Fajr sampai kepada ayat 14. Mendengar suarat itu, Al-Mansur meneteskan air mata. Air mata itu terus menglir sampai seakan-akan Al-Mansur tidak pernah mendengar ayat itu.

Al-Mansur masih kurang menerima nasihat dari ulama kharismatik ini. Al-Mansur meminta tambah lagi nasihat dari beliau.

“Allah memberimu limpahan harta. Maka belilah dirimu dengan sebagian harta itu. Sesungguhnya pemerintahan ini miliki raja sebelummu, sekarang menjadi milikimu, besok-besok akan menjadi milik orang lain. Ingatlah suatu malam dimana engkau sedang berjalan di hari Kiamat,” Syaikh Amer bin Ubaid memberi nasihat.

Al-Mansur tambah menangis. Air matanya menetes lebih deras dari tangisan yang pertama.

“Sudah… Jangan diteruskan. Kasihan Amirul Mu’minin!” salah seorang berkata kepada Syaikh Amer.

“Tidak apa-apa. Seorang pemimpin memang harus menangis karena takut kepada Allah,” jawab Syaikh Amer.

Al-Mansur memerintah kepada pembantunya untuk memberi Syaikh Amer bin Ubaid uang saku. Jumlahnya sangat banyak. Berjumlah 1000 dirham.

“Tidak! Saya tidak mau. Saya tidak butuh uangmu!” kata Syaikh Amer.

“Demi Allah… Ambillah wahai ulama!” pinta Al-Mansur.

“Demi Allah… Saya tidak akan mengambilnya,” kata Syaikh Amer.

Mendendengar hal itu, Muhammad Al-Mahdi, putra mahkota Al-Mansur marah besar. Sambil menenteng pedang di tangannya, Al-Mahdi berkata, “Apakah kau berani bersumpah padahal raja juga bersumpah?”

Sayiakh Al-Mansur menanggapinya biasa saja. Tidak takut. Terjadi percakapan antara Al-Mansur dan Syaikh Ubaid mengenai putra mahkota itu. Syaikh Amer juga sempat memberi nasihat kepada calon pemimpin umat Islam itu.

Karena Syaikh Amer tidak mau diberi uang, maka Al-Mansur menanyakan kebutuhan Syaikh Amer.

“Saya memiliki dua keinginan. Pertama jangan sekali-kali engkau mengundang saya ke istana. Biarkan saya datang sendiri ke sini. Kedua, jagan sampai kau memberi sesuatu kepada saya kecuali jika saya yang memintanya,” kata Syaikh Amer.

“Kalau begitu, kau tidak akan pernah ke sini lagi,” kata Al-Mansur. Syaikh Amer pun pergi.  

         4.     Nasihat ulama kepada pemimpin bahwa kelak di neraka ada ular yang menerkam pemimpin yang tidak adil terhadap rakyatnya

Kisah yang keempat mengenai nasihat ulama pada pemimpin bahwa di neraka ada azab khusus untuk pemimpin yang tidak adil. Siksaan itu beruapa terkeman ular dan kala jengking.

Suatu ketika, Hisyam, salah satu raja dari Bani ‘Abbas meminta nasihat kepada Imam Thowus, salah satu ulama tabi’in.

Baca juga: 

Maka Thowus berkata,” Saya mendengar Sayidina Ali berucap bahwa di neraka ada ular-ular besar seperti bukit dan kala jengking besar yang akan menerkam pemimpin yang tidak adil kepada rakyatnya.”

Selesai memberi wasiat itu, Thowus pergi.

Itulah 4 kisah inspiratif mengenai nasihat-nasihat ulama kepada pemimpin. Utamanya mengenai keadilan dan tanggung jawab kepada rakyat. Semoga bermenfaat. Amin!

*Diambil dari kitab Nashaih al-Ulama Li as-Salathin Wa al-Umara', karya Syaikh Zaid bin Abdul Aziz Al-Fayyad

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post