Suatu sore, seorang ibu
menemani putra-putrinya belajar. Putranya yang paling bungsu yang berumur 4
tahun juga berada di tempat belajar itu. Sang ibu memberinya kertas dan pulpen.
Agar tidak mengganggunya mengajari kakak-kakaknya.
Tiba-tiba si ibu teringat
belum menyiapkan makan untuk mertua laki-lakinya yang sudah renta. Ia dan suami
meletakkan mertua di bangunan lain. Sendirian dan terpisah dari rumah utama. Dia
merawat ayah suaminya itu dengan semampunya.
Sumber Foto: https://unsplash.com/@belokonenko |
Maklum, ayah mertunya
sudah tidak bisa kemana-mana lagi. Cuma bisa di tempat tidur.
Dia langsung beranjak dan
menyiapkan makanan. Setelah itu, dia juga menawarkan mungkin ada kebutuhan lain
yang dibutuhkan oleh sang mertua. Setelah selesai semuanya, dia kembali lagi ke
tempat anak-anaknya belajar.
Sekemablinya ke tempat
belajar itu, dia mendapati anak bungsunya mencoret-coret kertas yang ia
berikan. Coretan itu berbentuk bundar dan kotak. Jumlahnya banyak.
Dengan lembut, si ibu
bertanya, “Apa yang kamu gambar sayang?”
Dengan suara lucunya, si
bungsu menjawab, “Aku menggambar rumahku ma... Rumah yang akan kutempati ketika
aku dewasa dan berkeluarga.”
Sang ibu tersenyum bahagia
mendengar jawaban si mungil. Si Ibu bertanya lagi, “Tempat tidurmu di mana?”
Si kecil memperlihatkannya
setiap gambar bersegi empat. Lalu dia bilang, “Ini kamar tidur ma, ini dapur, ini
kamar tamu.” Si kecil menyebutkan nama-nama kamar yang dia tahu.
Akan tetapi, ada satu
gambar segi empat yang belum dia sebutkan namanya. Gambar ini terpisah dari
gambar yang lain. Gambar segi empat itu sendirian.
Sang ibu heran. Lalu bertanya,
“Sayang… ini kamarnya kok sendirian. Kok tidak dikumpulkan dengan kamar yang
lain?”
“Kamar ini khusus untu
mama. Mama akan tinggal di situ seperti kakek tinggal di kamarnya sekarang,”
dengan polosnya si bungsu menjawab.
Si Ibu kaget. Pikirannya membayangkan
bagaimana kelak ketika dia tidak mampu begerak, dia ditempatkan di kamar
sendirian. Kamar itu jauh dari keluarga besarnya. Tidak bisa berbincang dengan
anak cucuknya. Tidak bisa mendengar tawanya.
Dia membayangkan, lalu
dengan siapa akan berbicara? Denan siapa dia akan bercanda? Dengan siapa dia
akan bercengkrama?
Seketika, ibu memanggil
pembantunya. Dia memindahkan barang-barang di kamar tamu. Kursi empuk, meja,
dan lain sebagainya dia pindah ke luar rumah. Ruang tamu ia pindah.
Lalu dia memindahkan
barang-barang yang ada di kamar mertuanya ke kamar tamu. Ia kemudian memindahkan
ranjang mertuanya ke kamar tamu itu. Dan menempatkan mertuanya di situ.
Ketika suami datang dari
kerja, dia kaget bukan kepalang.
“Loh kok berubah begini?”
tanyanya.
Istri menjawab dengan cucuran
air mata.
“Aku ingin kamar kita
kelak ketika kita tidak mampu bergerak, indah seindah kamar ini. Biarkan saja
kamar tamu yang di luar rumah.”
*Diterjemahkan dari Kitab
Qashash Mu’tsirah Li Syabab.
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!