Kulihat
grobak berjejeran. Semuanya dipenuhi sampah. Beberapa orang laki-laki tua sibuk
membereskan sampah-sampah yang berserakan. Di bagian ujung terdapat wanita tua.
Tapi, masih terlihat sehat. Aku menghampirinya. Menyapanya. Berusaha akrab.
Sampai di antara kita tidak ada sekat.
Bau
sampah yang membusuk menyelinap dalam hidungkuh. Uh, baunya bukan main.
Lalat-lalat hijau juga mengerubungi tubuhku. Aku bergerak. Hengkang. Lalu,
kembali lagi. Aku biarkan saja. Entahlah. Kenapa aku rela berlama-lama di
tempat yang seperti ini.
Aku
fokus pada wanita tadi. Dia bilang namanya, Ibu Halimah. Hanya punya anak satu.
Sekarang sudah berkeluarga. Dan, tinggal dengan keluarga barunya. Dia tinggal
di rumah hanya berdua dengan suami tercintanya. Pekerjaannya juga sama. Sebagai
pembersih sampah.
Dari
pekerjaannya ini, Ibu Halimah mendapatkan upah 250.000 setiap bulan. Kalau
digabungkan dengan upah suaminya, menjadi 500.000. Dari uang itulah dia bisa
mempertahankan hidup di kota Surabaya ini. Dia dan suami harus pintar-pintar
mengatur uang yang sedikit itu agar cukup sampai satu bulan. Kalau tidak, dia
bisa tunggang-lindih mencari hutangan.
“Buk,
ini pulanganya kapan?” Tanyaku.
“Nanti
setelah Maghrib.” Jawabnya.
“Saya
pamit ya Buk, semuga ibu selalu sehat. Rizekinya juga lancar. Ibadahnya
lancar.” Doakau di akhir perjumpaan.
Ibu
itu membaca Amin. Bibirnya menyunggingkan senyum bahagia. Akupun beranjak
pulang.
Aksi
Pertama, Surabaya, Sabtu, 05, 03, 2016
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!