Tiga Wasiat Masyaikh untuk Alumni Sidogiri

@sidogiri
Pada suatu kesempatan, KH. Fuad Nurhasan, anggota Majlis Keluarga Pondok Pesantren Sidogiri memberi taujihat kepada para alumni. Beliau menyampaikan tiga dawuh dari tiga kiai Pondok Pesantren Sidogiri. Tiga wasiat itu sebagai berikut:

Pertama, beliau menyampaikan dawuhnya KH. Cholil bin KH. Nawawi. Kiai Cholil pernah mengatakan kurang lebih begini, “Saya senang, jika santri Sidogiri ketika sudah boyong mengajar di rumahnya.”

Kiai Cholil mengharap agar santri Sidogiri tidak terlepas dari mengajar. Bekerja apa pun tetap mengajar. Misalnya, ketika pagi bekerja, maka sore harinya disempatkan mengajar. Mengajar tidak harus memiliki pondok atau madrasah. Mengajar bisa di madrasah desa dia tinggal.

Belajar-Mengajar memang thoriqohnya para masyaikh Sidogiri. Semua masyaikh senang mengajar. Kiai Cholil bin Kiai Nawawi meskipun sakit tetap mengajar. Bahkan, saat ngaji (mengajar kitab kuning) di surau, sakit beliau tidak tampak. Beliau kelihatan sehat dan segar. Hal itu saking senangnya Kiai Cholil mengajar.

Alumni Sidogiri tidak boleh malu belajar. Meskipun menjadi kiai, tetap belajar. Tetap mengaji. Apa lagi sekarang sudah ada pengajian kitab yang dikordinir oleh IASS. Meskipun menjadi kiai tetap ngaji. Ngaji ada dua. Ada yang ta’alluman (karena ingin mendapat ilmu). Ada yang tabarrukan (karena ingin mendapat berkah).

Karenanya, para ulama terdahulu tetap ngaji meskipun sudah bisa. Tujuannya karena ingin mendapat berkah. Contohnya, seperti KH. Abdullah Sachal. Dulu. ketika mondok di Sidogiri, beliau tetap mengaji kitab Jurmiah pada Kiai Cholil. Meskipun kitab itu hatam berkali-kali. Setelah kitab itu hatam dimaknai, Kiai Abdullah membeli kitab lagi dan memaknai lagi, sampai hatam lagi. Sehingga Kiai Abdullah memiliki banyak kitab Jurmiah yang dipenuhi dengan makna. Bukan beliau tidak tahu dan tidak faham pada isi jurmiah, tapi beliau ingin mendapat berkah dari Kiai Cholil bin Kiai Nawawi.

Kedua, KH. Fuad Nurhasan menyampaikan dawuhnya Kiai Hasani bin Kiai Nawawi. Kiai Hasani dawuh, “Saya senang, santri Sidogiri ketika boyong ilmunya diamalkan.” Tentu, mengajar harus dibarengi dengan mengamalkan. Mengamalkan ilmu tidak harus yang tinggi-tinggi. Mengamalkan Kitab Sullam sudah luar biasa.

Namun, apa bila mengajar tapi tidak dibarengi dengan amal, maka tergolong firman Allah berikut ini: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah [02]: 44)

Ketiga, KH. Fuad bin Nurhasan menyampaikan dawuhnya Kiai Ahmad Sa’dullah bin KH. Nawawi. Kiai Sa’dullah pernah dawuh kurang lebih, “Saya ingin santri Sidogiri menjadi yang bermacam-macam. Ada yang menjadi tentara, ada yang menjadi polisi.”

Jadi, santri Sidogiri tidak harus jadi kiai, tidak harus jadi ustadz. Santri Sidogiri silahkan menjadi apa saja. Yang penting bermenfaat. Sebab, yang menjadi acuan adalah bukan profesinya, tapi anfa’nya (lebih menfaatnya) kepada masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Paling baiknya seseorang adalah orang yang paling bermenfaat untuk orang lain.”

Bermacam-macam itu itu indah. Berwarna-warni itu indah. Ada yang merah, hitam, biru, dan seterusnya. Itu indah. Jika hanya satu warna, kurang indah. Maka, santri Sidogiri jadilah yang bervariasi. Agar lebih bermenfaat. Misalnya menjadi kiai kurang bermenfaat karena sudah ada kiai, carilah profesi yang lain. Bahkan menjadi Hansip pun tidak masalah. Asal memang menjadi hansip itu lebih bermenfaat.

Meski demikian, tidak meninggalkan taallum dan ta’lim (belajar-mengajar). Silahkan jadi apa saja, tapi belajar dan mengajarnya jangan ditinggalkan. Misalnya, menjadi polisi, setelah tugasnya selesai, bisa diisi dengan mengajar. Keren bukan? Ada polisi mulang ngaji. Keren.



*Disarikan dari taujihat yang disampaikan oleh KH. Fuad Nurhasan bin KH. Nawawi pada acara haul masyaikh Sidogiri yang diselenggarakan oleh PW IASS Surabaya, Selasa malam Rabu (11 Syawal 1438 H), di depan Masjid Al-Muslimin, Jl. Dukuh Bulak Banteng Gg. Perintis, Surabaya.

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post