Dalam kitab Syarh al-Yaqut an-Nafis, karya Sayyid
Muhammad bin Ahmad as-Syatiri tertulis sebuah kisah nyentil bagi anak muda saat
ini. Kisah tentang seorang anak yang ikut-ikutan, sok cerdas, tapi malah
kelihatan bodoh.
Jadi begini ceritanya;
Suatu ketika, ada
perkumpulan yang diadakan oleh sebagian ulama. Anggaplah pengjian atau
istighasah bersama. Anggaplah begitu. Atau membaca sholawat bersama. Tapi,
kalau dalam ceritanya tidak disebtukan perkumpulan itu untuk apa.
Nah, diantara orang-orang
yang hadir, ada dua laki-laki yang sama-sama membawa anak. Yang satu cerdas,
yang satu tidak.
Tiba-tiba ada suara yang
memanggil, “Abdullah, Abdullah, Abdullah !”
Mendengar panggilan itu,
anak yang cerdas menjawab, “Hai kisanak, kita ini semuanya Abdullah (hamba
Allah). Lalu siapa yang kau maksud?”
Orang yang hadir takjub. Wah,
keren banget. Anak itu cerdas. Anak itu pintar. Pokoknya orang-orang
terbelalak. Anak seusianya bisa berceletuk seperti itu.
Ternyata, hal itu membuat
ayah anak yang tidak cerdas cemburu. Dia kok hebat, anak saya kok belum
kelihatan hebatnya. Begitulah kira-kira mungkin kata isi hatinya.
“Tuh coba lihat. Dia cerdas.
Coba kamu jadi seperti dia!” kata laki-laki itu pada anaknya yang tidak cerdas.
Lama-lama, ada suara lagi
yang memanggil seseorang. Tapi yang dipanggil bukan Abdullah. Yang dipanggila
adalah Hamzah.
“Wahai Hamzah, Hamzah,
Hamzah,” kata suara itu.
Tidak pikir panjang, anak
yang tidak cerdas langsug saja menyahut, “Heh Kisanak, kita ini semuanya
Hamzah-hamzahnya Allah. Lalu mana yang kamu maksud ?”
Orang –orang yang hadir
tidak takjub. Biasa aja. Bahkan bisa jadi diantara mereka ada yang tersenyum
kecut. Atau malah tertawa terpingkal-pingkal. Karena jawaban anak itu bukan
menunjukkan dia cerdas. Malah menunjukkan dia bodoh.
Kok bisa ? Hamzah itu
artinya singa. Masak orang yang hadir semuanya singa ? Lucu kan ? Kelihatan deh
bodohnya.
****
Menurut saya, banyak sekali
pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas. Saya tulis sebagaimana berikut:
- 1. Jadi orang gak perlu latah. Gak perlu ikut-ikutan orang lain. Karena orang lain itu pasti beda dengan kita. Kelebihan mereka tidak sama dengan kita. Mereka punya kelebihan, kita punya kelebihan. Be your self. Kun anta nafsak !
- 2. Orang tua tidak boleh membandingkan anaknya dengan anak orang lain. Hal itu menyakitkan.
- 3. Tambah sendiri ya…
CBaca Juga : Cerita Inspiratif | Gayanya Ulama, tapi Gak Bisa Baca
Foto : http://www.paraanaliz.com
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!