Sekarang tanggal satu bulan Muharram. Berarti
umat Islam memasuki tahun baru Islam dalam kalender Islam. Dari tahun 1439
menjadi 1440 Hijriyah. Namun demikian, tahun baru Islam tidak sesemarak tahun
baru masehi. Padahal negeri ini mayoritas muslim.
Bahkan bisa jadi, ada dari umat Islam ada yang
tidak tahu apa itu kalender Islam. Apa saja nama bulannya. Bagaimana
permulaannya. Bagaimana kalender Islam bisa tercetus lalu dibuat acuan.
Kalendernya saja kita tidak tahu, apa lagi Islamnya ?
Jika kita membaca sejarah, kalender Islam
tercetus di masa Sayyidina Umar menjadi khalifah. Lebih tepatnya dua tahun
setengah setelah pembaiatannya. Sebelum itu, umat Islam tidak memiliki kalender
resmi.
Diceritakan dalam kitab Al-Bidayah Wa
An-Nihayah, pada suatu ketika, ada seseorang laki-laki melapor kepada
Sayyidina Umar. Laporan itu tentang piutang yang jatuh tempo. Laki-laki itu
memiliki bukti perjanjian. Di dalamnya tertulis bahwa akhir pembayaran adalah
bulan Sya’ban.
Akan tetapi, Sayyidina Umar bingung mau
memutuskan. Sebab, di dalam bukti perjanjian itu tidak ada tahun. Yang ada
hanya bulan. “Ini bulan Sya’ban tahun kemaren, tahun sekarang, atau tahun yang
akan datang?” .
Kejadian itu, menjadikan Sayyidina Umar
intropeksi. Beliau berpikir ternyata kalender itu penting. Sebab, dalam
kehidupan sehari-hari pasti butuh pada kalender sebagai acuan. Misalnya, dalam
masalah hutang-piutang.
Maka, Sayyidina Umar mengundang para sahabat
Rasulullah untuk berkumpul. Beliau bermusayarwarah dengan santri terbaik
Rasulullah itu. Maka banyak ide yang muncul. Sayyidina Umar menampung semua ide
yang dilontarkan para sahabat.
Pertama-tama, pembahasan terfokus pada
permulaan kalender Islam. Jika ingin membuat kalender, kira-kira dimulai dari
kejadian apa.
Ada sebagian sahabat yang mengusulkan agar
kalender Islam disamakan dengan kalender negara Persia. Negara Persia
menjadikan raja-raja mereka sebagai acuan kelender. Akan tetapi, Sayyidina Umar
tidak setuju.
Ada lagi yang mengusulkan agar disamakan dengan
kelender negara Romawi. Penduduk Romawi menjadikan Raja Iskandar sebagai acuan
kalendernya. Lagi-lagi Sayyidina Umar tidak menyetujui.
Sahabat yang lain juga memberi usulan. Usulan
ini lebih percaya diri. Karena ingin acuan kalender Islam adalah Nabi Muhammad
saw.. Ada yang mengusulkan dari lahirnya Rasulullah, ada yang dari terutusnya
Rasulullah, ada yang dari hijrahnya Rasulullah, dan ada yang dari wafatnya
Rasulullah.
Sayyidina Umar menampung semua usulan. Akan
tetapi, beliau lebih setuju kalender Islam dimulai dari hijrahnya Rasulullah.
Sebab, hijrahnya Rasulullah adalah peristiwa besar yang sangat terkenal. Para
sahabat setuju. Maka dimulailah kalender Islam dari hijrahnya Rasulullah.
Sehingga kalender Islam juga dikenal dengan kalender Hijriyah.
Menurut riwayat Imam Syi’bi, keturunan Nabi
Ismail sebelumnya menggunakan acuan kalender dengan kejadian-kejadian besar.
Misalnya, dari kejadian dibakarnya Nabi Ibrahim, dari pembanugnan Kakbah oleh
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, dari kematian Ka’ab bin Lu’ay, dari tahun Gajah,
dan pada masa Sayyidina Umar dimulai dari hijrahnya Rasulullah saw..
Jadi, jika mereka membuat perjanjian misalnya,
maka mereka mengatakan, pada bulan Sya’ban tahun ke-3 dari tahun Gajah. Dan
seterusnya.
Kemudian, musayawarah tentang kalender beralih
pada permulaan bulan. Banyak usulan juga. Ada yang mengusulkan dimulai dari
bulan Ramadan. Akan tetapi, para sahabat sepakat untuk memulai kalender Islam
dari Bulan Muharram. Karena bulan Muharram adalah bulan di mana orang yang haji
pulang. Juga bulan yang dimulikan.
Maka sejak saat itu, terciptalah kalender Islam
yang beracuan kepada hijrahnya Rasulullah. Dimulai dari Bulan Muharram. Jadi
dalam Islam, bulan pertama adalah bulan Muharram.
Begitulah sejarah terciptanya kalender Islam.
Semoga menjadi tambahan pengatahuan bagi kita. Semoga pula, kita tidak
menyia-nyiakannya. Amin. Sudah hafal bulan kalender Islam ? Bukan syarat msuk
surga sih, tapi masak umat Islam gak tahu pada kalendernya sendiri.
Referensi:
Tarikh al-Islam Lil Imam ad-Dzahabi, juz 3, hal 163, Maktabah Syamilah
Al-Bidayah Wa an-Nihayah, juz 3, hal 251, Maktabah Syamilah
Foto: http://www.abimuda.com
Foto: http://www.abimuda.com
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!