Menebar Inspirasi Seperti Syaikh Said Nursi di Turki


Sudah jamak dimaklumi, inspirasi sangat dibutuhkan dalam segala hal. Penulis butuh Inspirasi. Pelukis butuh inspirasi. Pengajar butuh Inspirasi. Dan, semua kegiatan manusia butuh inspirasi. Dengan adanya inspirasi, manusia bisa kereatif dan inovatif. Selalu ada yang menarik untuk dinikmati.

Seorang pendidik misalnya. Dengan inspirasi-inspirasi jitunya akan selalu memiliki metode dalam belajar-mengajar. Atau, penulis. Dia akan selalu memiliki ‘sesuatu’ yang unik yang membuat pembaca tidak bosan membaca tulisannya.


Setiap orang pasti pernah berinspirasi. Tapi, sedikit saja orang yang menyulap inspirasi itu benar-benar terjadi. Kitapun sering mendapat ide-ide cemerlang. Ide itu muncul secara tiba-tiba. Kualitasnya pun luar biasa. Akan tetapi ide-ide itu hilang begitu saja. tidak terlaksana.

Oleh karena itu, kita butuh untuk mengabadikan inspirasi-inspirasi itu dengan menuslinya. Agar tidak hilang begitu saja. Setidaknya, kita mengihlaskan orang lain menikmatinya. Siapa tahu bisa terilhami oleh inspirasi kita. Lalu, mewujudkannya. Bukankah itu lebih bermenfaat? Memang, kadang kita hanya bisa berpikir dan bermimpi, tidak bisa mewujudkan pikiran dan mimpi itu.

Baca Juga : Menulis dengan Getaran Hati


Pada zaman sekarang, menulis inspirasi begitu gampang. Tidak se-ribet dulu. Kalau dulu, kita mungkin harus selalu membawa kertas dan alat tulis. Sekarang sudah tidak lagi. Kertas dan alat tulis sudah berubah bentuk menjadi gadget. Kita bisa menulis inspirasi yang terlintas dengan gadget yang kita miliki. Setelah itu, bisa di-shar di media sosial. Membiarkan teman-teman kita menikmati pikiran-pikiran kita.

Sayangnya, kita memperlakukan medsos dengan ‘biasa-biasa’ saja. Tidak pernah mengistimewakannya. Hanya untuk update status ‘alay-alay’ saja. Padahal, andai kita gunakan sebagai sarana untuk ‘adu’ inspirasi tentu sangat dahsyat. Ingat, musuh Islam menguasai media-media besar. Mereka bebas mentrasfer opini-opini mereka ke ruang publik.

Oleh karena itu, sudah seharusnya generasi muslim menulis. Menuangkan inspirasi-inspirasi. Lalu, mengeksposnya ke ruang publik. Gunakan media-media yang tersedia. Mulai Medsos sampai media cetak. Itu sudah keharusan dan kewajiban. Sebagai bentuk perlawanan terhadap opini miring yang selalu menyudutkan Islam.

Kalau menengok sejarah, perlawanan opini pernah dilakukan oleh Syaikh Badi’uz Zaman Sa’id Nursi, ulama terkemuka Turki. Waktu itu, Khilafah Utsmaniyah (Ottoman) yang beribu kota di Turki runtuh oleh Pemuda Turki yang liberal. Turki yang asalnya negara Islam disulap menjadi negara sekuler. Symbol-simbol Islam dihilangkan. Sorban diganti topi. Pakaian Islami diganti dengan pakaian ala barat. Sinar Islam benar-benar ingin dipadamkan.

Untungnya, ada ulama yang diam-diam melawan. Beliau adalah Sa’id Nursi. Beliau dikurung dalam penjara. Tapi, hal itu tidak melemahkan kometmen dakwahnya. Maka, di dalam penjara itu beliau menulis tafsir al-Qur’an dalam lembaran. Lalu, lembaran itu digandakan oleh orang dekatnya. Lalu, disebarkan ke masyaraka.

Masyarakat mengandakannya lagi, lalu disebarkan di tempat lain. Dan begitu seterusnya sampai bertahun-tahun. Berkat tulisan beliau itu, cahaya Tauhid di Turki terus bersinar. Keimanan kepada Allah masih menggelora dalam jiwa masyarakat Turki. 50 tahun kemudian, orang Islam Turki bisa bernafas lega. Partai Islam berhasil memenangkan pemilu. Dahsyat bukan? Lembaran-lembaran ide dan inspirasi mampu melawan rezim penguasa. Meski dengan cara sembunyi-sembuyi.

Sekarangbpun kita bisa melakukannya. Kita bisa menuangkan ide-ide kita lewat tulisan, lalu kita kirim ke media. Bukankah sekarang zaman kebebasan. Kebebsan berpendapat dan berekspresi? Kita juga harus berkontribusi mengisi kebebasan itu. Jika tidak, kebebasan akan diisi oleh orang-orang ‘jahat’.

Akhiran, tulisan ini bukan untuk provokasi. Penulis hanya ingin berbagi. Bahwa, dunia ini sudah tidak adil. Yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar. Hal itu disebabkan media sudah tidak lagi memperhatikan kode etik kejurnalisan. Yang utama bukan kebenaran, tapi kepentingan. Oleh karena itu, kita harus menjadi Syaikh Badi’uz Zaman Said Nursi masa kini. Tidak pernah bosan menuangkan ide dan inspirasi. Mengisi ruang kebebasan dengan kebenaran.

Baca Juga: Menjadi Penulis itu Butuh Pengorbanan


sumber foto : http://www.rasaelalnour.com 



Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post