Rasulullah saw. adalah panutan. Apa
yang dilakukan oleh Rasulullah adalah petunjuk bagi umatnya. Apa pun itu. Pula,
Rasulullah adalah kekasih. Orang yang sangat dicintai oleh para sahabat.
Karenanya, para sahabat sangat bahagia andai mendapat seusuatu yang “istimewa”
dari Rasulullah saw..
Sebut saja Sahabat Bilal dan dan Abu
Musa. Abu Musa bercerita,
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-
وَهُوَ نَازِلٌ بِالْجِعْرَانَةِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ وَمَعَهُ بِلاَلٌ
فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ أَلاَ
تُنْجِزُ لِى يَا مُحَمَّدُ مَا وَعَدْتَنِى فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « أَبْشِرْ ». فَقَالَ لَهُ الأَعْرَابِىُّ أَكْثَرْتَ عَلَىَّ
مِنْ « أَبْشِرْ ». فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى أَبِى
مُوسَى وَبِلاَلٍ كَهَيْئَةِ الْغَضْبَانِ فَقَالَ « إِنَّ هَذَا قَدْ رَدَّ الْبُشْرَى
فَاقْبَلاَ أَنْتُمَا ». فَقَالاَ قَبِلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. ثُمَّ دَعَا
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ فَغَسَلَ يَدَيْهِ
وَوَجْهَهُ فِيهِ وَمَجَّ فِيهِ ثُمَّ قَالَ « اشْرَبَا مِنْهُ وَأَفْرِغَا عَلَى
وُجُوهِكُمَا وَنُحُورِكُمَا وَأَبْشِرَا ». فَأَخَذَا الْقَدَحَ فَفَعَلاَ مَا
أَمَرَهُمَا بِهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَنَادَتْهُمَا أُمُّ
سَلَمَةَ مِنْ وَرَاءِ السِّتْرِ أَفْضِلاَ لأُمِّكُمَا مِمَّا فِى إِنَائِكُمَا.
فَأَفْضَلاَ لَهَا مِنْهُ طَائِفَةً.
“Suatu ketika, saya bersama Rasulullah
saw.. Waktu itu beliau singgah di Jikranah, tempat diantara Makkah dan Madinah.
Beliau juga bersama Bilal. Lalu, datanglah seorang A’rabi (Beduwi) dan berkata,
“Tidakkah kau menepati apa yang kau janjikan kepadaku wahai Muhammad ?”
Lalu Rasulullah saw. berkata kepadanya,
“Berbahagialah!” A’rabi berkata lagi,
“Kau telah sering mengatakan “berbahagialah”.” Setelah itu, Rasulullah
saw. menghadap pada Abi Musa dan Bilal seperti orang marah.
“Sesungguhnya orang ini telah menolak
kebahagiaan. Maka terimalah oleh kalian berdua!” Kata Rasulullah saw..
Mendengar sabda nabi, Sahabat Abu Musa dan Bilal langsung menjawab, “Kami
terima wahai Rasulullah.”
Kemudian, Rasulullah meminta gelas yang dipenuhi air. Lalu, beliau membasuh kedua
tangan dan wajah beliau di wadah itu. Beliau juga mengeluarkan apa yang ada
dalam mulut beliau. Kemudian berkata, “Minumlah kalian berdua dari gelas itu.
Dan tuangkanlah ke wajah dan leher kalian. Dan berbahagilah!”
Sahabat Abu Musa dan Sahabat Bilal pun
melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw..
Tak lama kemudian, Ummu Salamah (istri
Rasulullah) meminta kepada Abu Musa dan Bilal dari belakang tabir agar
disisakan, “Sisakanlah apa yang ada di wadah kalian untuk ibu kalian!” Mereka
berdua pun menyisakan untuk Ummu Salamah[1].
(HR. Imam Bukhari dan Muslim)
***
Hadis di atas menjadi salah satu
landasan ulama salaf memperbolehkan tabarruk (ngalap berkah).
Imam Nawawi mengatakan, ketika mengomentari hadis di atas,
“وَفِيْهِ اِسْتِحْبَابُ
الْبِشَارَةِ وَاسْتِحْبَابُ الْاِزْدِحَامِ فَيْمَا يُتَبَرَّكُ بِهِ وَطَلَبُهُ
مِمَّنْ هُوَ مَعَهُ وَالْمُشَارَكَةُ فَيْه”
“Hadis ini menjelaskan disunahkan
bisyarah (memberi kabar gembira), berebutan untuk mendapatkan sesuatu yang
dapat diambil berkahnya, mencari berkah dari orang yang memiliki berkah, serta
ikut andil dalam berkah itu[2]”
[1]
Kejadina ini terjadi setelah perang Hunain. Kala itu, Rasulullah saw.
memerintah untuk mengumpulkan harta rampasan Hunain di Jikranha. Sedangkan
beliau dan para tentara bertandang ke Thaif. Setelah dari Thaif, beliau baru
membagi harta rampasan Hunain itu di Jikranah. Oleh sebab itu, orang yang masih
awam dan baru masuk Islam merasa pembagian harta rampasan begitu lama. Sehingga
salah satu mereka menagih kepada Rasulullah saw.. (Fathul Bari 8/46).
[2]
An-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf, al-Minhâj Syarhu Shahîh Muslim bin
al-Hajjâj, Juz: 16, hal: 58, Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi, Beirut.
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!