sumber foto: http://radargorontalo.com |
Para perusak ? Selalu eksis
dari masa ke masa. Bentuknya berbeda-beda, wajahnya berbeda-beda, aksinya
berbeda-beda, tapi sama-sama merusak. Perusak juga bisa dari mana-mana. Bisa
dari “luar” bisa dari “dalam”, bisa orang lain bisa orang sendiri. Membasmi perusak
dari “dalam” atau “orang sendiri” lebih sulit dari pada yang dari luar.
Saat Rasulullah membangun
nengara, ada dua perusak yang datang. Dari luar Madinah dan dari dalam Madinah.
Rasulullah gampang sekali menghadapi perusak dari luar Madinah. Sebaliknya
sulit sekali membasmi para perusak dari dalam Madinah.
Para perusak Madinah dari
dalam ada kaum Yahudi, ada orang-orang munafik. Rasulullah langsung mengusir
orang-orang Yahudi setelah terbukti melakukan “perusakan” dengan berkhianat.
Namun, Rasulullah tidak
pernah mengusir orang-orang munafik. Padahal, sudah jelas mereka perusak.
Perusak persatuan, perusak agama, dan perusak-perusak lain. Kenapa ? Karena
tampaknya mereka muslim, tampaknya mereka satu badan dengan umat Islam.
Istilahnya orang-orang munafik itu orang sendiri, orang dalam. Membasmi
“perusak dalam” begitu menyulitkan.
Kemudian para ulama mencoba
menganalisa. Kenapa “perusak dalam” itu cendrung dibiarkan oleh Rasullah.
Akhirnya tersusunlah sebuah kesimpulan; andai Rasulullah memerangi kaum munafik
yang berwajah Islsami dan berwajah madani (tinggal di Madinah), orang luar akan
mengatakan, “Muhammad memerangi sahabatnya sendiri”.
Maka terbuktilah kecerdasan
Rasulullah. Rasulullah membiarkan “perusak dalam” karena ada tujuan; siyasat
dakwah. Sebab, andai Rasulullah ketahuan memerangi para “perusak dalam” itu, musuh-musuh
beliau gampang sekali memojokkan beliau. Dan dakwah beliau akan tersendat.
Sejarah berlanjut. Ada Khowarij
yang keluar dari barisan Sayyidina Ali. Ada Syiah, ada Muktazilah, ada Wahabi, Liberal,
dan seterusnya. Mereka semua “orang dalam”, sehingga jika sunni memerangi
mereka, atau terjadi saling serang di antara mereka, orang luar akan
mengatakan, “Tuh lihat, sesama Islamnya saja bertengkar.” Namun jika dibiarkan,
mereka akan berkembang. Menjadi perusak dari dalam. Seperti buah mangga yang
sudah tersusupi ulat. Lama-lama mangga itu akan hancur dan membusuk.
Apa orang dalam yang
perusak itu sudah punah? Tidak. Mereka hanya berganti baju menjadi “Oknom Nakal”.
Songkoknya sama dengan kita, bajunya sama dengan kita, sarungnya sama dengan
kita, tapi bicaranya ke selatan. Padahal kita ke utara. Tingkah lakunya ke
timur. Padahal kita ke barat. Kita marah, kita tampeleng mereka. Orang luar
akan mengatakan kita berkelahi dengan teman sendiri. Walaupun dia hanya teman dalam
“selimut”.
Oknom-oknom nakal itu
memang menjengkelkan. Membuat kita marah tapi tidak bisa marah. Gak percaya? Ayo
kita buat permisalan. Misalnya kita punya rumah. Ayah kita pemimpinnya. Ibu
kita “tangan kanan ayah”. Lalu ada saudara kita yang menjadi oknom nakal. Dia
ngomong kalau kita mendukung pemusnahan sawah. Padahal kita tidak mungkin
seperti itu. Wong kita petani. Jengkel tidak ? Tapi ayah membiarkan dia.
Ayah tidak mengusirnya dari rumah. Tambah menjengkelkan bukan?
Jika kita menyerang ayah
kita, apa lagi sampai menyerang rumah kita, pasti kita sendiri yang hancur. Orang-orang
luar akan mencibir, “Tuh keluarga kok gak bosen-bosen tengkar sih?” atau “Tuh
keluarga gak akur-akur sih?”
Terus bagaimana ? Gimana
ya. Coba jawab saja pertanyaan ini, “Kita ini oknom-oknom nakal apa bukan?”
Baca juga : Agama Bisa Dijalankan Jika Aman dan Tentram
Baca juga : Agama Bisa Dijalankan Jika Aman dan Tentram
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!