Hijrah
merupakan titik awal kebangkitan Islam. Selama bertahun-tahun Rasulullah
berdakwah di Makkah, tapi hasilnya tidak maksimal. Penduduk Makkah tidak
menerima dakwah beliau. Mereka terang-terangan menolak ajakan suci itu. Bahkan,
menghalangi orang untuk mengikuti ajakan Rasulullah saw.. Penolakan terjadi di
seantero Makkah. Terutama dari pembesar dan tokoh penduduk Makkah. Sehingga tak
heran jika dakwah Rasulullah menemukan sandungan besar untuk maju dan sukses.
Akan
tetapi, hijrah merubah segalanya. Madinah, tempat hijrah Rasulullah adalah
tempat tumbuh suburnya Islam. Di Makkah dakwah Rasulullah dicekal, di Madinah
dakwah Rasulullah diterima dengan suka hati. Di Makkah Rasulullah disakiti
bahkan ingin dibunuh, di Madinah Rasulullh dicintai dan sampai kapan pun
penduduknya tidak rela Rasulullah pergi.
Dalam
peristiwa Hijrah, ada satu makna yang harus kita gelorakan dalam kehidupan
kita. Yaitu cinta. Sebab, peristiwa hijrah lahir dari cinta, diiringi cinta,
dan disambut cinta. Rasulullah hijrah karena cinta kepada umatnya. Cinta kepada
orang-orang yang telah menerima dakwahnya. Juga cinta kepada orang-orang yang
belum menerima dakwah beliau. Beliau hijrah karena ingin risalah Allah sampai
pada umat manusia. Lalu mereka menerima risalah itu dengan lapang dada.
Sehingga bisa selamat dari api neraka.
Cinta
Rasulullah tergambar dalam firman Allah,
لَقَدْ جاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ ما
عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu
seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS.
At-Taubah [09]: 128)
Allah
swt mengabarkan bahwa betapa cintanya Rasulullah kepada umatnya. Karena cinta
itu, Rasulullah berusaha keras untuk memberikan yang terbaik kepada umatnya.
Karena cinta itu, Rasulullah berusaha keras agar umatnya selamat dari apa
neraka.
Hijrah
juga diiringi cinta. Cinta Abu Bakar kepada Rasulullah. Dalam perjalanan hijrah
ini, kehakikian cinta Abu Bakar terbukti. Misalnya saat dalam perjalanan, Abu
Bakar sekali-kali ada di depan Rasulullah, sekali-kali ada di belakang
Rasulullah. Kadang juga ada di kiri Rasulullah, kadang pula di kanan
Rasulullah. Hal itu dilakukan Abu Bakar tiada lain karena ingin menjaga
Rasulullah dari bahaya.
_____________
Baca Juga Menjadi Abu Bakar untuk Muslim Myanmar
_________________
Pula,
ketika sampai di Gua Tsur. Abu Bakar meminta kepada Rasulullah agar tidak
langsung masuk. Takut di dalam gua ada hewan buas yang siap menerkam. Abu Bakar
masuk terlebih dahulu untuk melihat sitausi. Benar, gua dihuni oleh hewan-hewan
berbisa. Banyak lubang di dalamnya. Abu Bakar menyobek pakaiannya dan menyumbat
lubang itu. Setelah selesai, Abu Bakar mempersilahkan Rasulullah masuk.
Di dalam
gua, Rasulullah tidur di pangkuan Abu Bakar. Ada satu lobang yang masih belum
sempat Abu Bakar tutup. Abu Bakar takut hewan di dalamnya keluar dan melukai
Rasulullah. Abu Bakar mengangkat tumitnya lalu menutupkannya pada lobang itu.
Hewan yang tinggal di dalam lobang itu mengamuk. Tumit Abu Bakar disengatnya.
Rasa sakit langsung menjalar. Abu Bakar tahan. Sakit itu terus mengigit-gigit.
Abu Bakar tetap bertahan, tidak bergerak. Taku mengganggu istirahat baginda.
Namun, akhirnya air mata Abu Bakar menetes. Karena tidak mampu lagi menahan
rasa sakit.
Hijrah
juga disembut oleh cinta. Cinta penduduk Madinah. Betapa mereka menunggu
kedatangan sang baginda. Mereka keluar rumah. Berkumpul di jalan-jalan Madinah
untuk menyambut Rasulullah. Sebagian ada yang menaiki pohon kurma hanya ingin
tahu kedatangan Rasulullah. Sungguh, lama rasanya penantian. Membuat rindu
semakin dalam.
Tatkala
Rasulullah terlihat samar-samar, gemuruh Madinah terdengar. Syair Thola’al
Badru mengalun syahdu. Melukis senyum dan tawa. Menggambarkan betapa cinta
sudah menjerat jiwa. Rasulullah betapa lama aku menunggumu. Betapa dalam
rindu dalam hatiku !
Begitulah
makna cinta yang tersemat dalam hijrah. Kita harus menghidupkannya dalam setiap
intraksi kita. Baik intraksi dengan saudara seiman atau dengan non muslim. Apa
lagi, Rasulullah sudah mewanti-wanti kepada kita agar selalu menyematkan cinta
kepada saudara. Rasulullah bersabda,
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
“Tidak
beriman kalian (dengan sempurna) sampai mencintai saudara sebagaimana mencintai
diri sendiri” (HR. Muttafaq Aliah)
Maka,
jika kita ingin sukses, kita juga harus ingin saudara muslim kita sukses. Jika
kita ingin masuk surga, kita juga ingin saudara seiman kita masuk surga. Jika
kita tidak ingin menderita, kita juga tidak ingin saudara muslim kita
menderita. Begitulah jika kita beriman dengan sempurna.
Hadis di
atas, kata Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya, Fath al-Mubin, bisa
diartikan begini: jika kita ingin iman kita sempurna, maka seyogyanya kita juga
ingin non muslim menjadi muslim. Agar mereka selamat dari api neraka.
Jadi,
dakwah kita kepada siapa pun karena cinta. Cinta kita kepada mereka. Agar kita
sama-sama masuk surga. Bukankah cinta kepada saudara adalah wujud dari iman
kita?
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!