salah satu adegan dalam film "Surga yang Tak Dirindukan |
Berawal dari janji. Janji
cinta. Bahwa kelak saat cinta itu sudah terikat akad, akan membahagiakannya.
Janji itu diucapkan pada sang mertua. Ayah calon istri. Janji itu pun tidak
berlebihan. Sebab, cinta yang membuncah dalam hati, membuatnya yakin bisa membahagiakan
sang istri, Arini.
Akad terucap. Rumah tangga pasang-surut.
Benarlah, rumah tangga bagai sebuah kapal. Kadang tenang, kadang
berombang-ambing diterjang badai. Puncaknya, ketika Arini tahu Pras beristri
lagi. Sakit. Ari mata yang terus menetes adalah kata lain dari sakit itu.
Namun, Arini benar-benar wanita luar biasa. Dia bisa menyulap luka menjadi
tawa. Dia bisa menyatukan kembali dongeng-dongengnya yang patah.
Mei, itulah nama yang hadir
dalam kisah Arini. Mei menyadari, diantara dua cinta yang membara ada luka yang
menganga. Dia pergi. Mencoba mencari kisahnya sendiri. Tentunya, Pras dan Arini
menjadi ujung tombak inspirasi. Apalah arti gadis yang pupus asanya tanpa
mereka berdua?
Takdir mempertemukan mereka
lagi. Arini bertemu Mei di Turki. Pras menyusuli. Mulailah kisah cinta yang
dulu pernah Mei hindari, kini menorehkan tinta lagi. Takdir. Ya, takdir.
Padahal, Mei sudah memiliki calon pengganti. Seorang laki-laki yang
mencintainya setengah mati. Ah, cinta itu aneh. Sering kali memilih orang yang
tidak bisa membalas cinta itu.
Arini sakit. Kanker rahmi
mulai menyebar ke otaknya. Menurut dokter sisa umurnya tinggal dua tahun lagi.
Jika tidak ada perawatan, lebih cepat dari itu. Arini tak lagi memikirkan
cintanya. Sebab ada cinta yang lebih besar dari cintanya itu, yaitu Nadia.
Putri semata wayangnya. Arini mencoba menyatukan Pras dan Mei. Demi Nadia.
Karena Nadia membutuhkan ibu. Dan dia tidak bisa menemani Nadia merangkai
dongengnya.
“Aku mau, kamu jangan
ceraikan Mei!”
“Enggak. Enggak. Apapun
akan aku lakukan kecuali yang itu,” Pras menolak.
Pras. Ya, Pras. Kenapa Pras,
suami yang begitu cinta pada Arini bisa tidak tahu Arini terkena kanker? Inilah
diantara sisi yang membuat hati berdetak dalam film ini. Pras teringat janji.
Janji yang dulu pernah ia lukis di langit hati ayah Arini.
“Saya berjanji, akan
menjaga Arini, menjadi laki-laki yang bertanggung jawab, dan mencintai Arini
sepenuh hati.”
Kini janji itu yang begitu
menusuk dada Pras. Dia merasa gagal memenuhi janji itu. Dia merasa gagal karena
tidak bisa menjaga Arini. Dia merasa gagal. Bukankah sering kali ari mata Arini
jatuh karena dia. Apa lagi saat dulu dia menduakan Arini.
Begitulah. Penyesalan
memang tidak pernah ada di depan. Penyesalan itu selalu di akhir. Saat tidak
bisa lagi memberikan yang terbaik. Seringkali, seorang suami menyia-nyiakan
istri, dan baru saja menyadari ketika istri itu pergi. Seringkali seseorang
menyia-nyiakan orang dekatnya, dan baru menyesali setelah tak lagi bisa
mendekapnya.
Arini meninggal. Kisah
Arini berakhir di sini. Benarlah perkataan Arini, “Kematian datang kapan saja
tanpa sepengetahuan kita.” Sepertinya, Arini sudah merasa hidupnya tidak akan
lama lagi.
Film ini benar-benar
membuat baper. Bahkan bisa dikata, tak seorang pun yang menonton film
yang diangkat dari Novel Asma Nadia ini yang tidak berlinang air mata. Dalam
film ini, ada kisah cinta, ada kisah pengorbanan, ada kisah penyesalan, dan ada
kisah keinganan. Film ini akan membuat kita lebih memahami arti hidup. Selamat
menyaksikan !
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!