Berkarya agar Hidup Sepajang Masa

Dunia ini fana. Apa saja yang kita rasakan pasti sirna. Hidup ini hanya sebentar saja; lahir, anak-anak, remja, dewasa, tua, lalu binasa. Ini jika berjalan dengan sempurna. Kadang kehidupan berhenti di tengah jalan. Belum tua sudah tiada. Belum dewasa sudah kehilangan nyawa. Siapa saja yang bersuaha melawan kesirnaan ini, tidak akan pernah bisa.

Firaun ingin kekuasaannya abadi, justru hancar oleh Musa yang besar dalam istananya sendiri. Persia dan Romawi mati-matian mempertahankan kekuasaan, justru hancur di tangan bangsa yang tak pernah terpikirkan. Orang-orang kaya mendatangkan dokter-dokter berkelas dunia untuk menyembuhkan penyakitnya, tapi akhirnya mati juga. Itulah sunnatullah. Apapun saja di dunia, akhirnya akan tiada.


Mungkin karena itulah, Rasulullah menjelaskan bahwa ketika anak manusia mati, maka semua amal ibadahnya ikut berhenti. Ketika masih hidup mendapatkan pahala salat, maka ketika meninggal tidak lagi. Ketika semasa hidup bisa mendapatkan pahala membaca salawat, maka ketika meninggal tidak bisa lagi. Meski demikian, ada tiga amal yang terus abadi. Yaitu, sedekah jariyah, ilmu yang dimenfaatkan orang lain, dan anak saleh yang mendoakannya. Rasulullah bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له

 “Jika anak adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang dimenfaatkan orang lain, atau anak saleh yang berdoa untuknya.” (HR. Imam Muslim)

Diantara tiga amal yang abadi dalam hadis tersebut adalah ilmu yang dimenfaatkan orang lain. Misalnya seorang guru yang mengajar, lalu ilmu yang diajarkan terus diamalkan oleh muridnya. Maka guru tersebut akan selalu mendapatkan pahala, selama ilmu itu diamalkan. Apa lagi jika sang murid mengajarkan lagi kepada orang lain. Pahala ilmu itu akan terus mengalir untuknya.

Namu demikian, menurut Imam al-Munawi dalam kitabnya, at-Taisir Bi Syarh Jami’ as-Shoghir, ilmu yang terus hidup pahalanya tidak hanya ilmu yang diajarkan lewat lisan, tapi juga ilmu yang diajarkan lewat tulisan. Artinya, karya yang terus dibaca dan bermenfaat untuk sesama termasuk amal ibadah yang terus berpahala. Bahkan menurut Imam as-Subuki, tulisan lebih abadi. Sebab, tulisan akan terus ada sepanjang masa[1].

Tak heran, jika dalam al-Quran Allah memberi nama sebuah surat dengan surat al-Qolam. Pena. Bahkan, dalam surat tersebut, Qolam menjadi sumpah. Allah berfirman,

ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ

“Nun, demi Qolam (pena) dan apa yang mereka tulis.” (QS. Al-Qolam [68]: 01)

Menurut Sayyid Thonthowi, Allah menjadikan Qolam sebagai sumpah karena Qolam begitu mulia dan banyak menfaatnya. Bagaimana tidak? Kitab-kitab langit ditulis dengan Qolam, ilmu-ilmu ditulis dengan Qolam, dan dengan Qolam pulalah orang-orang bisa mengenal satu sama lian. Tentu, pengertian Qolam bisa diartikan lebih luas. Sesuatu yang dibuat berkarya, sesuatu yang dibuat menulis adalah Qolam[2].

Begitulah kemulian tulisan. Jika kita lihat, para ahli sya’ir (sastra) terdahulu sering membangding-bandingkan Qolam dengan pedang. Bahkan ada yang lebih mengutamakan tulisan. Karena tulisan lebih abadi dari pada pedang. Tulisan akan terus ada, sedangkan pedang jika perang selesai, maka perjuangannya ikut selesai. Abul Fath al-Busti, salah satu penyair terkenal menulis puisi begini:

إذا أقسم الأبطال يوما بسيفهم ... وعدوه مما يكسب المجد والكرم
كفى قلم الكتاب عزا ورفعة ... مدى الدهر أن الله أقسم بالقلم[3]

Jika suatu hari seorang pendekar bersumpah dengan pedangnya
bahwa pedang itu membuatnya mulia,
maka cukuplah sebuah pena
membuat penulis mulia seapnjang masa
(karena), Allah pun telah bersumpah dengan pena.

Sudah tertarik untuk menulis kan? Menulis tidak bisa terlepas dari membaca. Menulis dan membaca adalah dua sisi yang harus selalu bersama. Membaca tanpa menulis kurang sempurna. Menulis tanpa membaca tidak akan pernah bisa. Maka, jika menulis itu wajib, membaca juga wajib. Jika menulis itu sunah, maka membaca juga sunah. Jika menulis itu keinginan, maka membaca juga harus menjadi keinginan.

Sejak turunnya, Islam sangat menganjurkan membaca. Membaca tidak boleh ditingglkan. Dalam sejarah, surat pertama yang turun adalah Iqra’. Bacalah! (QS. Al-‘Alaq [96]: 1). Hal ini menunjukkan membaca begitu penting. Membaca segala hal. Membaca tulisan, membaca keadaan, atau membaca lingkungan. Menurut Imam Al-Maraghi setidaknya, ada tiga pelajaran yang bisa diambil dari surat Al-‘Alaq itu; begitu pentingnya membaca, begitu pentingnya menulis, dan begitu pentingnya ilmu[4].

Bukankah membaca itu membosankan? Betul. Karenanya, dalam surat Al-‘Alaq, lafadz Iqra’ diulangi  sampai dua kali. Sebab, seseorang tidak akan senang membaca kecuali memang diulang-ulang sampai menjadi kebiasaan.

Mungkin, hal ini bisa dianalogkan dengan pepatah jawa, “Witing tresno jalaran soko kulino.” Kalau kita bahasa-indonesiakan, kurang lebih, “Cinta tumbuh karena terbiasa.” Maka, suka membaca memang perlu dibiasakan. Awalnya dipaksa saja. Lalu, diulangi sampai terbiasa. Jika sudah terbiasa, akhirnya jatuh cinta. Kalau jatuh cinta, dimana pun dan kapan pun tidak bisa kalau tidak membaca.

Alakullihal, suatu saat kita akan tiada. Meninggalkan dunia fana. Tinggal menunggu waktu saja. Pula, tak ada pahala yang terus mengalir pada kita. Saat nafas berhenti, berhentilah semuanya. Hanya tiga perkara yang terus ada. Diantaranya adalah karya. Karya yang bermenfaat untuk sesama, akan terus mengalirkan pahala. Tapi, karya tidak akan bisa kecuali setelah membaca. Maka, bacalah ! Lalu menulislah. Agar hidup kita abadi sepanjang masa. Semoga!



[1] Al-Munawi, al-Imam al-Hafidz Zainuddin Abdurrauf, at-Taisîr Bi Syarh Jami’ as-Shaghîr, juz: 1, hal: 255, Maktabah al-Imam Syafi’I, Riyad.
[2] Thontowi, Muhammad Sayyid, at-Tafsîr al-Wasîth Li al-Quran al-Karîm, juz: 15, hal: 39, al-Fajalah, Kairo.
[3] Al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar, al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’an, juz: 18, hal: 225, Dar ‘Alam al-Kutub, Riyad, Saudi Arabia.
[4] Al-Marâghi, Syaikh Ahmad Musthofa, Tafsir al-Marâghî, juz: 30, hal: 200, Syirkah Maktabah Wa Mathba’ah Musthofa al-Babi al-Halabi, Mesir.

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post