Ngaji Arbain Nawawi: Menasihati bukan Mencaci

« الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ »

“Agama adalah nasihat” Kita (para sahabat) bertanya, “Bagi siapa?” Rasulullah menjawab, “Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para Imam dan orang-orang awam.” (HR. Imam Muslim)

Dalam hadis di atas dijelaskan bahwaa agama Islam adalah nasihat. Yang dimaksud nasihat dalam hadis di atas adalah memberikan pendapat dengan tulus dan tidak menipu untuk kebaikan orang lain. Gampangnya, nasihat adalah memberi arahan untuk kebaikan orang lain.

Nasihat yang pertama bagi Allah. Maksudnya? Beriman kepada-Nya, tidak menyekutukan-Nya, menyucikan-Nya dari semua sifat kekurangan, mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangannya, dan seterusnya.


Nasihat yang kedua adalah bagi Kitab-Kitab Allah. Artinya, kita harus beriman bahwa kitab itu dari Allah, meyakini bahwa Al-Quran tidak ada keserupaan sedikitpun dengan perkataan manusia, meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang bisa membuat al-Quran meski hanya surat yang paling pendek, membacanya dengan khusyuk, dan seterusnya.

Nasihat yang ketiga adalah bagi utusan Allah. Kita harus mempercayai mereka, mengimani apa yang dibawa mereka, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya, membelanya, menghidupkan sunahnya, menyebarkan agamanya, dan seterusnya.

Nasihat yang keempat adalah bagi Imam-imam muslimin. Yang dimaksud imam adalah pemerintah dan para ulama. Kepada pemerintah, kita harus taat kepada mereka (selagi tidak bertentangan dengan syariat Islam), mendoakan baik untuk mereka, membantu mereka, mengingatkan mereka terhadap Allah, dan seterusnya. Kepada ulama kita harus mengaji pada mereka, mengikuti mereka, menghormati mereka, husnudz-dzan (berprasangka baik) kepada mereka, dan seterusnya.

Nasihat yang keempat adalah bagi orang awam. Artinya, memberi arahan untuk kebaikan dunia-akhirat mereka, menolong mereka dengan pekerjaan atau perkataan, menutupi aib mereka, amar makruf dan nahi munkar kepada mereka (sesuai ketentuan fikih), menghormat yang tua, mengasihi yang muda, dan seterusnya.

Namun, memberi nasihat harus dengan cara yang baik. Konon, ulama salaf jika memberi nasihat, maka dengan sembunyi-sembunyi. Tidak di depan orang banyak. Bahkan, sebagian ulama mengatakan, “Barangsiapa yang menasihat saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, maka itu dikatakan menasihati. Barangsiapa yang menasihati saudaranya di depan orang banyak, maka itu bukan menasihati, tapi mencaci.”

Imam Fudlail juga mengatakan, “Orang mu’min menutupi juga menasihati, orang jahat menghancurkan harga diri dan menjelek-jelekkan.”


Referensi: al-Haitami, Ibun Hajar, al-Fath al-Mubin Fi Syarh al-Arbain, hal: 257, Dar al-Minhaj.

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post