Berdoanya kok saat Susah Saja?

Hidup ini berputar. Kadang bahagia, kadang berduka. Kadang di bawah kadang di atas. Dalam menghadapi dua dimensi hidup ini, manusia memiliki watak menjengkelkan. Saat lagi susah, manusia akan berusaha sekuat tenaga. Berdoa sebanyak-banyaknya. Bangun malam begitu istikamahnya. Namun, ketika sudah sukses dan bahagia, ibadahnya menjadi berkurang. Doanya tak lagi panjang.
Allah kemudian menegur manusia yang memiliki sifat seperti itu dalam banyak ayat. Diantaranya dalam surat Yunus. Allah berfirman,

وَإِذا مَسَّ الْإِنْسانَ الضُّرُّ دَعانا لِجَنْبِهِ أَوْ قاعِداً أَوْ قائِماً فَلَمَّا كَشَفْنا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنا إِلى ضُرٍّ مَسَّهُ كَذلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ ما كانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus [10]: 12)


Ketika menafsiri ayat tersebut, Imam Khozin menjelaskan bahwa manusia tidak sabar ketika susah, sedikit bersyukur ketika bahagia. Jika susah, baru beribadah. Berdoa dengan khusyuk kepada Allah Ta’ala. Namun, ketika kesusahan itu dihilangkan oleh Allah, dia tidak lagi beribadah. Dia kembali lagi seperti sebelum mendapat kesusahan. Melupakan Allah.

Tentu, sifat yang sedimikian bukanlah sifat mu’min sejati. Sebab, orang mu’min akan selalu ingat Allah dalam kondisi apa pun. Senang maupun susah, Allah tetap di hati. Saat susah, dia bersabar. Dia serahkan semuanya kepada Allah. Ibadahnya juga istikamah. Saat bahagia, dia bersyukur kepada Allah. Ibadahnya tetap istikamah.

Maka, tidak ada dimensi hidup yang tidak baik bagi orang yang beriman. Dikala susah, kesusahan itu baik baginya. Ketika bahagia, kebahagiaan itu baik pula baginya. Sebab, semuanya dilandaskan pada Allah. Bahwa, semua yang terjadi hanya atas kehendak Allah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda,

عَجَبًا لِأمْرِ المُؤمِن إنَّ أمْرَه كله لَهُ خيرٌ ولَيْس ذلك لأحدٍ إِلّا للمؤمن : إِنْ أَصابَتْه سَرّاء شَكَر فكان خيرا له وإن أصابته ضَرَّاء صَبر فكان خَيْرا له
“Menakjubkan urusan seorang mu’min. Sesungguhnya, semua urusannya baik. Dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mu’min (sejati): jika ditimpa kebahagiaan, dia bersyukur: jika ditimpa kesusahan dia bersabar. Maka semua itu baik baginya.” (HR. Imam Muslim)

Pun pula, orang yang ingat Allah saat bahagia, Allah akan mengingatnya saat nestapa. Artinya, Allah akan cepat mengabulkan permintaannya atau menghilangkan kesusahannya.  Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ingin doanya dikabulkan ketika waktu susah dan galau, maka perbanyaklah berdoa ketika bahagia.” (HR. Imam Turmudzi)

Dalam hadis lain, “…….Kenalllah pada Allah pada waktu bahagia, maka Allah akan mengenalmu ketika nestapa……” (HR. Imam Turmudzi)

Kedua hadis tersebut menegaskan kepada kita, jika ketika bahagia kita tidak lupa kepada Allah, maka ketika sedih dan susah, Allah tidak akan lupa kepada kita. Allah akan menggampangkan urusan kita.


Alakullihal, jika bahagia, jangan lupa, kalau kebahagiaan itu dari sang Pencipta. Bersyukur atas karunia-Nya adalah jalan melanggengkannya. Saat bersedih hati, jangan putus harapan. Mintalah kepada-Nya. Allah Mahakaya. Bisa memberi kita apa saja. Namun, jika kita hanya menengadahkan tangan saat sedih saja, jangan terluka, jika Allah balik bertanya, “Loh, berdoanya kok cuma waktu susah saja?”

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post