Ada
satu sifat yang sangat melekat pada diri Abu Ubaidah. Yaitu sifat amanah (dapat
dipercaya). Sifat amanah seakan menjadi
cirihasnya. Dimanapun Abu Ubaidah disebut maka amanah juga disebut. Bahkan
dikalangan sahabat, dia dipanggil dengan al-Qawiyul-Amin (orang kuat dan
terpercaya).
Hal
itu bermula saat Rasulullah saw. mengatakan kepada penduduk Najran bahwa beliau
akan mengirim orang kuat dan terpercaya. “Aku akan mengutus bersama kalian seseorang
kuat dan terpercaya.” ternyata, orang yang dimaksud nabi adalah Abu Ubaidah.
Jadilah para sahabat memanggilnya al-Qowiyul-Amin[1].
Dalam
riwayat lain, Rasulullah tidak menyebut Abu Ubaidah dengan al-Qowiyul-Amin,
tapi dengan sebutan “Seorang terpercaya dengan sebenar-benarnya”. Cerita itu
bermula ketika Aqib dan Sayyid
datan kepada Rasulullah saw.. Kedua penduduk
Najran itu ingin melaknat beliau. Namun ternyata, salah satu mereka merasa ragu
untuk melakukannya. Dia takut kalau-kalau Rasulullah saw. benar-benar nabi.
“Jangan kau lakukan itu! Jika dia benar-benar nabi, kita dan keturunan kita
tidak akan beruntung.” Ucap salah satu mereka. Kedua teman itupun mengurungkan
niatnya. Mereka beruda tidak jadi melaknat nabi. Merka malah berkata, “Kita akan
memberikan apa yang kau minta, tapi utuslah bersama kami seseorang yang
terpercaya. Dan jangan kau utus kecuali orang yang terpercaya.”
Mendengar
permintaan itu, Rasulullah saw. langsung berkata, “Sungguh aku akan mengutus
bersama kalian seorang terpercaya dengan sebenar-benarnya.” Sahabat yang
mendengar perkataan nabi itu langsung penasaran. Kira-kira siapa yang dimaksud
nabi. Akhirnya nabi menunjuk seseorang. “Berdirilah wahai Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”
Kata Rasulullah saw.. Ketika berdiri, Rasulullah bersabda, “Ini adalah
terpercayanya umat ini.”[2]
Selain
itu, Abu Ubaidah adalah seseorang yang dibanggakan Sayyidina Umar. Suatu
ketika, Sayyidina Umar berkata kepada santri-santrinya, “Berandai-andailah!”.
Salah satu mereka pun angkat bicara. “Aku berharap, andai rumah ini dipenuhi
emas, aku akan menafkahkannya di jalan Allah.” Yang lain berkata, “Saya ingin
andai rumah ini penuh dengan Zabarjad dan intan permata, saya akan menafkahakannya
di jalan Allah.” “Ayo, berandai-andailah!” seru lagi Sayydina Umar. “Wahai Amirul-Mukminin,
kami tidak tahu harus berandai-andai apa lagi.” Sahut mereka serentak. “Saya
berharap, andai rumah ini penuh dengan seseorang seperti Abu Ubaidah, Mu’adz
bin Jabal, Salim, budak Abu Hudzaifah, dan Hudzaifah bin al-Yaman.” Tukas
Sayydina Umar.[3]
Tak
heran jika Sayyidina Umar pernah berkata, “Andai Saya menututi Abu Ubaidah,
saya akan menujuknya sebagai penggatiku tampa musyawarah. Jika saya ditanya,
saya akan mengatakan, “Saya menunjuk pengganti kepercayaan Allah dan
kepercayaan Rasulnya.””[4]
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!