Abdurrahman bin Auf, Lebih Senang Bekerja Daripada Menerima

Ketika para sahabat nabi pergi meninggalkan tanah Makkah, Abdurrahman bin Auf juga tidak mau ketinggalan. Abdurrahman bin Auf pergi meninggalkan sanak famili dan harta benda.

Dengan sabar ia hentakkan langkah kakinya. Lautan pasir di sepanjang jalan menjadi saksi bisu akan ke sedihan hatinya.


Namun begitulah. Keinginan memang butuh pengorbanan. Sahabat Abdurrahaman bin Auf harus merelakan segalanya agar iman yang sudah tertancap dalam hati tidak terusik oleh orang-orang kafir Makkah.


Harta yang masih beliau miliki mungkin hanya pekaian yang sedang dikenakan dan bekal di perjalanan. Selebihnya, beliau tinggalkan di Makkah, tempat bersarangnya kekufuran.

Sesampainya di Madinah, Abdurrahman bin Auf disambut oleh Rasulullah saw. dan penduduk. Mereka terlihat bahagia melihat Abdurrahman bin Auf. Senyum manis pun juga terpatri di bibir mereka.

Kemudian, Rasulullah mempersaudarakannya dengan orang kaya raya, Sa'ad bin Rabi' al-Ansari. Tentu Sa'ad sangat bahagia. Begitu juga Abdurrahaman bin Auf. Mereka sudah menjadi satu keluarga. Saudara seiman. Saudara perjuangan.


Tanpa disadari, Sa'ad memperhatikan keadaan Abdurrahman bin Auf. Sa'ad merasa iba melihat keadaan saudaranya yang begitu mengoyak hati. Bagaimana tidak? Abdurrahman hanya sebatang kara yang tidak memiliki apa-apa.

Lalu, Sa'ad bin Rabi' berinisiatif untuk membagi hartanya dengan Abdurrahman bin Auf. "Saudaraku, aku adalah orang yang paling kaya di Madinah ini. Maka, lihatlah separuh hartku. Lalu ambillah!. Aku juga memiliki dua istri, lihatlah mana yang kamu suka. Aku akan menelaknya untukmu." Kata Sa'ad bin Rabi' al-Ansari menawarakan.

Mendengar tawaran itu, Abdurrahman bin Auf menolak dengan kata-kata yang begitu halus. Bukan dia tidak mau, tapi bekerja sendiri itu lebih menantang. Menurutnya, menerima pemberian orang lain tak ubahnya membelanggu diri. Sebab, jika merima kebaikan orang lain itu sebenarnya menyerahkan kemerdekaan diri sendiri. Tidak menerima kebaikan orang lain itu artinya menjaga ke 'daulatan' diri.

 Baca juga: Sedekah untuk Ibu yang telah Pergi

Maka, Abdurrahman bin Aufa sangat berterimakasih atas tawaran itu. Akan tetapi, beliau tidak berkenan untuk menerimanya, "Semuga Allah swt. Memberkahimu, keluargamu dan hartamu." Suara Abdurrahman menyeruak. "Maaf, aku tidak bisa menerima tawaranmu. Tunjukkan saja padaku, dimana pasar?" lanjut beliau sambil menanyakan pasar.
Baca juga: Kisah Inspiratif Durhaka kepada Orang Tua
Kemudian para sahabat menuruti kemauan Abdurrahman bin Auf. Mereka membawa beliau ke pasar tempat mereka menjajakan barang. Lalu, Abdurrahman bin Auf membeli barang, kemudian menjualnya, dan terus begitu. Sedikit demi sedikit beliau mendapat laba dari perdagangan itu.

Sehingga, beliau menjadi orang kaya raya. Tak heran jika di kemudian hari beliau mengatakan, "Aku telah melihat diriku, andai aku mengangkat batu, aku berharap di bawahnya ada mas atau perak ."

Baca juga: Biografi Syaikh Qadi Abi Syuja’: Pengarang Kitab Taqrib

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post