Menjadi Perempuan Mandiri tanpa Menghilangkan Jati Diri

Dalam Islam, perempuan sangat terhormat. Saking terhormatnya, dia bagaikan raja. Bagaimana tidak? Perempuan tidak dibebani mencari nafkah. Laki-lakilah yang diberi tanggung jawab mencari kebutuhan perempuan. Kewajiban perempuan hanya “memberi” nafkah batin saja kepada suami. Selebihnya bukan tanggung jawabnya.

Meski demikian, tidak lantas perempuan diperkenankan manja-manjaan. Tidak. Sebab, laki-laki dan perempuan (Suami-istri) diciptakan untuk saling melengkapi. Bukan untuk saling membebani. Andai suami langit, maka istri bumi. Andai suami mata hari, maka istri rembulan. Keduanya sama-sama memiliki peran masing-masing.

Kalau kita lihat sejarah, betapa perempuan terdahulu begitu tangguh. Sebut saja Sayyidah Fatimah, putri Rasulullah saw.. Beliau adalah cermin dari perempuan tangguh. Diceritakan, bahwa beliau menggiling gandum sendiri.
Dengan batu gilingan. Membantu suami beliau menafkahi keluarga. Meski dari keluarga terhormat, beliau tidak memanjakan diri. Kalau putri Rasulullah saja seperti itu, masihkah perempuan sekarang mau bermanja-manja?

Bahkan, Sayyidah Aisyah, istri Rasulullah saw. ikut berperang ingin menegakkan keadilan. Beliau menjadi pemimpin perang pada perang Jamal. Hal ini patut dijadikan renungan bahwa perempuan itu tangguh, tidak lemah, dan tidak selalu menjadi beban.

Lagi, menjadi perempuan mandiri itu keren. Tidak percaya? Coba baca artikel ini http://trivia.id/post/wanita-tidak-boleh-selalu-manja-ini-alasan-mengapa-kamu-harus.  Insyaallah, setelah membacanya, kaum hawa akan mengerti betapa kerennya menjadi perempuan mandiri.

Namun demikian, semandiri-mandirinya perempuan, perempuan tetaplah perempuan. Maksudnya? Sifat keperempuannya tidak boleh dihilangkan. Sifat lembut, penuh perhatian, dan minta dilindungi itu harus tetap ada pada diri perempuan. Sebab, sifat itulah yang menjadi ciri khas dan kelebihan perempuan. Bisa dibayangkan jika ada perempuan bersifat kasar. Keluarga pasti berantakan. Selama ini, kelembutan perempuanlah yang dapat meredam perpecahan dalam keluarga.

Lagi, semandiri-mandirinya perempuan, tidak boleh mengabaikan keluarga. Boleh mandiri, tapi jangan sampai peran suami diremahkan, pendidikan anak ditinggalkan. Jangan! Keluarga adalah segalanya. Jika gagal membina keluarga, gagal mendidik anak, gagallah hidup ini. Masa depan menjadi gelap.

Tahukah bahwa perempuan menjadi ujung tombak pendidikan keluarga? Terutama anak-anak tercinta. Ya, sebuah adagium Arab mengatakan, “Al-Mar’ah Madrash al-Ûlâ (Perempuan adalah sekolah pertama),” Karenanya, kesuksesan anak-anak tergantung pendidikan di rumah. Lebih khususnya, tergantung ibu. Banyak kita temukan anak-anak yatim yang menjadi orang besar. Menjadi orang sukses. Kok bisa? Karena ibunya hebat.


Jadi, perempuan tidak boleh cengeng. Tidak boleh terlalu manja. Perempuan harus mandiri. Perempuan harus tangguh. Namun, tetap menjadi diri sendiri. Sifat keperempuan jangan dihilangkan. Keluarga jangan diabaikan. Singkatnya, mandiri tanpa membuang jati diri. Ingat, suami dan istri harus saling melengkapi. Bukan membebani. 

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post