Allah swt. menciptakan manusia berpasang-pasangan. Ada peria, ada wanita. Allah swt. juga menciptakan cinta di antara keduanya. Sehingga, terciptalah keterkaitan satu sama lain. Atau yang kita kenal dengan cinta. Cinta ini merupakan anugerah, tapi kadang bisa membuat masalah. Mungkin, disebabkan cara mencintainya yang salah. Atau mencintai orang yang seharusnya tidak dicintai.
Islam tidak melarang jatuh cinta. Cinta merupakan masalah hati yang sulit difahami. Boleh jadi seseorang tidak ingin mencintai, tapi hati memilih sebaliknya. Namun, Islam sangat memperhatikan bagaimana kita menjalani cinta. Maka, diaturlah tata cara ta’atruf, pintu menuju pernikahan. Hal itu membuktikan betapa Islam sangat menghargai cinta. Cinta yang sesungguhnya. Cinta yang abadi sampai surga.
Bagi anak muda, cinta adalah menu sehari-hari. Yang laki-laki memiliki hati pada perempuan. Yang perempuan memiliki perasaan pada laki-laki. Hal sedemikian tidak masalah. Selagi tidak melanggar syariat.
Agar cinta tetap suci, posisikan orang yang kita cintai seperti keluarga sendiri. Bagi yang laki-laki, posisikan perempuan seperti ibu, saudari, atau bibi. Mereka semua satu. Satu perasaan. Sama-sama bahagia jika dicintai. Sama-sama sakit jika dikhianati. Bagi perempuan, posisikan laki-laki seperti ayah, saudara, atau paman. Mereka satu. Senasib seperjuangan.
Namun, jangan sampai cinta itu berubah nafsu. Boleh mencintai, tapi jangan sampai menodai. Dalam Islam, kesucian nomer satu. Coba lihat, dalam semua kitab fikih bab pertama yang dibahas adalah tentang Thaharah, kesucian. Tentu, tidak hanya suci dzahir saja, tapi juga batinnya. Tidak hanya suci dari kotoran saja, tapi juga suci dari dosa.
Sangat naif jika cinta menjadi alasan berbuat dosa. Berduaan dengan lain jenis. Pegangan tangan. Dan, seterusnya. Itu bukan cinta. Itu nafsu yang terselubung dengan nama cinta. Sebab, cinta sejati akan selalu memiliki tanggung jawab melindungi. Melindungi dari bahaya yang menyakiti: duniawi maupun ukhrawi.
Dulu pernah ada salah seorang sowan kepada Rasulullah saw.. Dia meminta izin untuk berzina. Dia mengatakan, “Ya Rasulullah, izinkan aku berzina!” sepontan para sahabat di sekitar Rasulullah menjerit. Bahkan, ada yang ingin memukul orang itu. Namun, Rasulullah melarang mereka. Rasulullah malah menyuruh para sahabat untuk mendekatkan orang itu kepada beliau.
Ketika laki-laki itu berada di depan Rasulullah, beliau balik bertanya, “Apakah kau senang jika ada orang berzina dengan ibumu?” “Tidak,” jawab laki-laki. “Begitu juga orang lain. Tidak senang ibunya dizinai orang,” Rasulullah menimpali. “Kalau putrimu?” tanya Rasulullah lagi. “Tidak,” jawab laki-laki. “Begitu juga orang lain. Mereka tidak senang jika putri mereka dizinai orang lain.” “Kalau saudarimu?” tanya Rasulullah saw. lagi. “Tidak,” “Begitu juga orang lain. Mereka tidak ingin jika saudari mereka dizinai orang lain.” Selanjutnya, Rasulullah meletakkan tangan beliau ke dada laki-laki itu. Dan, berdoa, “Ya Allah, ampuni dosanya, sucikan hatinya, jaga farjinya!” (HR. Thobroni)
Kalau kita angan-angan, betapa indahnya cinta yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Perempuan itu jangan dinodai, tapi disayangi dan dicintai. Cintai seperti mencintai ibu, seperti mencitai anak perempuan sendiri, seperti mencintai saudari. Cinta yang demikian, cinta yang suci. Cinta yang tidak akan mejerumuskan pada dosa. Kenapa? Karena laki-laki manapun pasti ingin ibu, putri, dan saudari terlindungi. Dan, tidak akan rela ternoadai.
Tentu, yang dimaksud noda di sini bukan hanya zina. Segala bentuk larangan Allah swt.. juga noda. Pacaran, berduaan, dan apalah. Semua itu adalah noda-noda. Bukankah noda itu bisa dibersihkan dengan istighfar? Baju yang bersih setelah dicuci pasti berbeda dengan baju yang memang benar-benar bersih. Bukankah begitu?
Maka, cintai wanita dengan sepnuh jiwa. Cintai pria dengan nurani pruna. Tidak usah pacaran. Sebab, kata orang, pacara itu seperti sedang memilih buah Mangga. Dipegang-pegang, diraba-raba, dicium-cium, dipencet-pencet, kalau sudah lembek, ditinggalkan. Tidak jadi beli. Kenyataan bukan? Sudah lama pacaran, tapi tidak sampai pada pelaminan. Padahal, sudah banyak yang dikorbankan. Termasuk kesucina. Na’udzubillah. Semoga kita bisa mencintai dan menyayangi bukan menodai.
Islam tidak melarang jatuh cinta. Cinta merupakan masalah hati yang sulit difahami. Boleh jadi seseorang tidak ingin mencintai, tapi hati memilih sebaliknya. Namun, Islam sangat memperhatikan bagaimana kita menjalani cinta. Maka, diaturlah tata cara ta’atruf, pintu menuju pernikahan. Hal itu membuktikan betapa Islam sangat menghargai cinta. Cinta yang sesungguhnya. Cinta yang abadi sampai surga.
Bagi anak muda, cinta adalah menu sehari-hari. Yang laki-laki memiliki hati pada perempuan. Yang perempuan memiliki perasaan pada laki-laki. Hal sedemikian tidak masalah. Selagi tidak melanggar syariat.
Agar cinta tetap suci, posisikan orang yang kita cintai seperti keluarga sendiri. Bagi yang laki-laki, posisikan perempuan seperti ibu, saudari, atau bibi. Mereka semua satu. Satu perasaan. Sama-sama bahagia jika dicintai. Sama-sama sakit jika dikhianati. Bagi perempuan, posisikan laki-laki seperti ayah, saudara, atau paman. Mereka satu. Senasib seperjuangan.
Namun, jangan sampai cinta itu berubah nafsu. Boleh mencintai, tapi jangan sampai menodai. Dalam Islam, kesucian nomer satu. Coba lihat, dalam semua kitab fikih bab pertama yang dibahas adalah tentang Thaharah, kesucian. Tentu, tidak hanya suci dzahir saja, tapi juga batinnya. Tidak hanya suci dari kotoran saja, tapi juga suci dari dosa.
Sangat naif jika cinta menjadi alasan berbuat dosa. Berduaan dengan lain jenis. Pegangan tangan. Dan, seterusnya. Itu bukan cinta. Itu nafsu yang terselubung dengan nama cinta. Sebab, cinta sejati akan selalu memiliki tanggung jawab melindungi. Melindungi dari bahaya yang menyakiti: duniawi maupun ukhrawi.
Dulu pernah ada salah seorang sowan kepada Rasulullah saw.. Dia meminta izin untuk berzina. Dia mengatakan, “Ya Rasulullah, izinkan aku berzina!” sepontan para sahabat di sekitar Rasulullah menjerit. Bahkan, ada yang ingin memukul orang itu. Namun, Rasulullah melarang mereka. Rasulullah malah menyuruh para sahabat untuk mendekatkan orang itu kepada beliau.
Ketika laki-laki itu berada di depan Rasulullah, beliau balik bertanya, “Apakah kau senang jika ada orang berzina dengan ibumu?” “Tidak,” jawab laki-laki. “Begitu juga orang lain. Tidak senang ibunya dizinai orang,” Rasulullah menimpali. “Kalau putrimu?” tanya Rasulullah lagi. “Tidak,” jawab laki-laki. “Begitu juga orang lain. Mereka tidak senang jika putri mereka dizinai orang lain.” “Kalau saudarimu?” tanya Rasulullah saw. lagi. “Tidak,” “Begitu juga orang lain. Mereka tidak ingin jika saudari mereka dizinai orang lain.” Selanjutnya, Rasulullah meletakkan tangan beliau ke dada laki-laki itu. Dan, berdoa, “Ya Allah, ampuni dosanya, sucikan hatinya, jaga farjinya!” (HR. Thobroni)
Kalau kita angan-angan, betapa indahnya cinta yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Perempuan itu jangan dinodai, tapi disayangi dan dicintai. Cintai seperti mencintai ibu, seperti mencitai anak perempuan sendiri, seperti mencintai saudari. Cinta yang demikian, cinta yang suci. Cinta yang tidak akan mejerumuskan pada dosa. Kenapa? Karena laki-laki manapun pasti ingin ibu, putri, dan saudari terlindungi. Dan, tidak akan rela ternoadai.
Tentu, yang dimaksud noda di sini bukan hanya zina. Segala bentuk larangan Allah swt.. juga noda. Pacaran, berduaan, dan apalah. Semua itu adalah noda-noda. Bukankah noda itu bisa dibersihkan dengan istighfar? Baju yang bersih setelah dicuci pasti berbeda dengan baju yang memang benar-benar bersih. Bukankah begitu?
Maka, cintai wanita dengan sepnuh jiwa. Cintai pria dengan nurani pruna. Tidak usah pacaran. Sebab, kata orang, pacara itu seperti sedang memilih buah Mangga. Dipegang-pegang, diraba-raba, dicium-cium, dipencet-pencet, kalau sudah lembek, ditinggalkan. Tidak jadi beli. Kenyataan bukan? Sudah lama pacaran, tapi tidak sampai pada pelaminan. Padahal, sudah banyak yang dikorbankan. Termasuk kesucina. Na’udzubillah. Semoga kita bisa mencintai dan menyayangi bukan menodai.
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!