Renungan untuk Santri


Hai santri…! Sudah pulangan ya..? Semua orang sudah tahu kok. Selain karena mereka melihat kalian di terminal dengan seragam khas, juga karena medsos mulai ramai. Facebook ramai. Ini dan itu ramai. Itu kalian kan? Ah…. jangan salah faham dulu. Kita sesama manusia. Jangan saling cemburu.
Santri…! Tahukah engkau? Kau begitu ditunggu. Orang-orang rumah menunggumu. Kerabat, tetangga, apalagi orang tuamu. Mereka semua menunggumu. Mereka begitu merindukanmu. Mereka tidak hanya merindukan kedatanganmu, tapi juga merindukan teladanmu, kata-kata mu yang menyejukkan, dan tingkah lakumu yang menentramkan.
Santri….! Sudah sampai rumah? Sudah bertemu dengan ibu dan ayah? Alhamdulillah. Mereka dari minggu kemarin sudah siap-siap menyambut kedatanganmu. Kamarmu dirapikan. Dan, apa pun yang membuatmu nyaman disiapkan. Bahkan, wajahmu sudah menari-nari di depan mata. Suaramu juga terngiang di telinga.

Tapi, setelah sampai rumah, kau belum memahami kerinduan mereka. Kau datang dengan menucapkan salam. Lalu, mencium tangan kedua orang tua. Setelah itu, kau masuk kamar. Dan, mulai sibuk dengan duniamu. Kau tetap di dalam kamar. Ibu dan ayah menunggumu di luar. Menunggu candamu. Menunggu ceritamu ketika di pondok. Tapi, kamu benar-benar tenggelam. Ibu dan ayah memaklumi. Mungkin kau capek. Ibu dan ayah pun mengurungkan niat mereka untuk mencandaimu. Menahan rindu yang sekain bulan terpendam.
Pada hari-hari berikutnya, kau tambah sibuk. Sibuk dengan smart phone-mu yang berbunyi ‘ceklung’. Samar, tapi cukum membuatmu tergopoh-gopoh. Ayah dan ibu melihatmu. Mereka diam saja. Tidak menyapamu. Takut mengganggumu. Namun sesungguhnya, mereka begitu menginginkan bercengkrama denganmu. Saat mereka menyapa, kau menyahutnya dengan mata tetap di semart phone. Ternyata, kedua orang tuamu sudah ada penggantinya ya?
Belum genap satu minggu, kau pergi lagi. Kau tinggalkan ayah dan ibu. Katamu, ada acara. Ayah dan ibu mengiyakan. Mereka tidak tahu acara apa. Tapi mereka tetap mengizinimu karena sudah percaya. Kata mereka, yang penting baik dan sama-sama sehat. Tak apalah walau jarang bertemu. Padahal sebenarnya, kerindua ibu dan ayahmu belum benar-benar terobati. Dan, cerita ini berlanjut sampai kembalian datang.
Ah, santri. Sadarkah kau, waktu ini begitu kejam untuk kedua orang tuamu. Kenapa? Sejak kecil, kau ditimang, dimanja, disayang dan segalanya untukmu. Tapi, ketika besar, ibu dan ayah tidak bisa memilikimu. Tambah tua, mereka tambah sendiri. Mungkin, saat kau berumur 10 tahun, kau adalah orang yang paling membahagiakan mereka. Tapi, ketika berumur 15 tahun, kau mulai memiliki dunia sendiri. Apa lagi, sesudah dipondokkan di tempat yang jauh.
Ah, santri. Kau nyaris tidak punya waktu untuk berbakti. Kau selalu sibuk dengan duniamu. Dari dunia ke dunia. Setelah nanti kamu boyongpun, kau tidak akan punya waktu. Mungkin, setelah boyong, kau menikah. Atau melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Lagi-lagi, kau sibuk dengan duniamu. Kedua orang tuamu menjadi nomer dua. Maka faktanya, ayah-ibu kita, semakin tua semakin sendiri.

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post