“Aku tidak memaksamu menjadi diriku, tapi aku memaksamu menjadi dirimu sendiri”
Pernah membaca kalimat di atas? Kalimat bijak di atas dikatakan oleh guru Shifu dalam film Kungfu Panda 3. Kalimat itu sebagai jawaban pada pendekar naga, Panda. Waktu itu, Guru Shifu meminta Panda untuk menjadi guru. Menggantikannya melatih kungfu. Akan tetapi, Panda tidak mau. Panda bilang pada Guru Shif, “Kau jangan memaksaku menjadi dirimu!”. Guru Shifupun membalasnya dengan kata-kata di atas.
Sejenak penulis merenung. Benarlah. Kita tidak boleh menjadi orang lain. Kita harus menjadi diri sendiri. Bertumpu pada kelebihan sendiri. Membanggakan milik kita sendiri. Pula, memahami kekurangan kita sendiri. Apa gunanya karya hebat, tapi karya orang lain? Apa gunanya kreativitas membanggakan, tapi milik orang lain? Sudah saatnya, kita bangga pada diri sendiri.
Namun demikian, awalnya kita memang harus menjadi orang lain. Maksudnya? Meniru orang lain. Ada orang hebat, kita tiru kehebatannya, sehingga kehebatan itu menjadi diri kita sendiri. Ada orang rajin, kita tiru kerajinannya, sehingga menjadi kerakter kita sendiri. Mungkin, hal ini sangat cocok dengan pendapat Donny Dhirgantoro dalam novelnya, 5cm. Dia menulis, “Beputar menjadi orang lain untuk menjadi diri sendiri.” Menurut pemahaman saya, meniru orang lain sehingga apa yang kita tiru menjadi bagian kita sendiri.
Dalam al-Qur’an juga banyak ayat yang memerintahkan kita untuk meniru. Allah I berfirman, “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 06) Imam ar-Razi mengatakan bahwa ayat tersebut meotivasi kita untuk meniru Nabi Ibrahim dan Kaumnya.
Dalam ayat lain, Allah I juga berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21) Mengertikan ayat ini, Imam as-Syanqithi mengatakan bahwa barangsiapa yang beriman kepada Allah I dan hari akhir, maka dia harus mengikuti teladan Rasulullah r.
Coba lari ke masa lalu. Saat kecil, kita belajar bicara, belajar berjalan, dan belajar apa saja, itu semua hasil dari meniru. Meniru orang yang ada di sekitar kita. Tanpa meniru kita tidak bisa seperti sekarang ini. Tak heran, jika ada anak tuli, secara otomatis dia tidak bisa bicara. Karena dia tidak bisa meniru.
Maka, jadilah diri sendiri. Bangga pada diri sendiri. Sejelek apapun kreativitas dan karya kita, kita harus menghargainya. Itu milik kita. Namun, tak ada salahnya menjadi orang lain sejenak. Menjadi orang lain untuk menjadi diri sendiri. Kita teladani para ulama. Kita tiru orang sukses. Sehingga karakter mereka menjadi kerakter kita sendiri. Sehinngga kelebihan mereka menjadi kelebihan kita sendiri. Mereka memiliki cerita kesuksesan. Kita juga memiliki cerita kesuksesan.
Pernah membaca kalimat di atas? Kalimat bijak di atas dikatakan oleh guru Shifu dalam film Kungfu Panda 3. Kalimat itu sebagai jawaban pada pendekar naga, Panda. Waktu itu, Guru Shifu meminta Panda untuk menjadi guru. Menggantikannya melatih kungfu. Akan tetapi, Panda tidak mau. Panda bilang pada Guru Shif, “Kau jangan memaksaku menjadi dirimu!”. Guru Shifupun membalasnya dengan kata-kata di atas.
Sejenak penulis merenung. Benarlah. Kita tidak boleh menjadi orang lain. Kita harus menjadi diri sendiri. Bertumpu pada kelebihan sendiri. Membanggakan milik kita sendiri. Pula, memahami kekurangan kita sendiri. Apa gunanya karya hebat, tapi karya orang lain? Apa gunanya kreativitas membanggakan, tapi milik orang lain? Sudah saatnya, kita bangga pada diri sendiri.
Namun demikian, awalnya kita memang harus menjadi orang lain. Maksudnya? Meniru orang lain. Ada orang hebat, kita tiru kehebatannya, sehingga kehebatan itu menjadi diri kita sendiri. Ada orang rajin, kita tiru kerajinannya, sehingga menjadi kerakter kita sendiri. Mungkin, hal ini sangat cocok dengan pendapat Donny Dhirgantoro dalam novelnya, 5cm. Dia menulis, “Beputar menjadi orang lain untuk menjadi diri sendiri.” Menurut pemahaman saya, meniru orang lain sehingga apa yang kita tiru menjadi bagian kita sendiri.
Dalam al-Qur’an juga banyak ayat yang memerintahkan kita untuk meniru. Allah I berfirman, “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 06) Imam ar-Razi mengatakan bahwa ayat tersebut meotivasi kita untuk meniru Nabi Ibrahim dan Kaumnya.
Dalam ayat lain, Allah I juga berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21) Mengertikan ayat ini, Imam as-Syanqithi mengatakan bahwa barangsiapa yang beriman kepada Allah I dan hari akhir, maka dia harus mengikuti teladan Rasulullah r.
Coba lari ke masa lalu. Saat kecil, kita belajar bicara, belajar berjalan, dan belajar apa saja, itu semua hasil dari meniru. Meniru orang yang ada di sekitar kita. Tanpa meniru kita tidak bisa seperti sekarang ini. Tak heran, jika ada anak tuli, secara otomatis dia tidak bisa bicara. Karena dia tidak bisa meniru.
Maka, jadilah diri sendiri. Bangga pada diri sendiri. Sejelek apapun kreativitas dan karya kita, kita harus menghargainya. Itu milik kita. Namun, tak ada salahnya menjadi orang lain sejenak. Menjadi orang lain untuk menjadi diri sendiri. Kita teladani para ulama. Kita tiru orang sukses. Sehingga karakter mereka menjadi kerakter kita sendiri. Sehinngga kelebihan mereka menjadi kelebihan kita sendiri. Mereka memiliki cerita kesuksesan. Kita juga memiliki cerita kesuksesan.
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!