Membantu bukan untuk Dibantu

menolongمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتًا

“Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’:85)

Hidup di dunia ini, pasti butuh pada orang lain. Kita tidak bisa hidup sendiri. Tidak mungkin bisa memeneuhi kebutuhan kita sendiri. Tidak bisa. Tak ayal, jika Allah swt. memerintahkan kita untuk saling membantu. Tentunya, dalam kebaikan.

Ayat di atas cukup mencambuk kita untuk selalu membantu. Bukan dengan tujuan agar dibantu. Tapi, karena menginginkan pahala dari Allah swt.. Memang, jika kita membantu orang lain, secara otomatis orang itu memiliki hutang budi pada kita. Tapi, bukan itu tujuan bantuan kita. Kita membantu karena Allah. Karena ingin pahala Allah. Bukan balasan dari manusia.

Mengenai pengertian ayat di atas, Imam Thobari meriwayatkan dari Imam Mujahid bahwa yang dimaksud ayat di atas adalah saling membantu antar manusia. Kita membantu orang lain. Tentu, bantuan yang kita persembahkan adalah bantuan yang legal menurut syara’. Bantuan yang diperbolehkan agama[1]. Jika bantuan kita bukan kebaikan, tapi malah dalam masalah kejelekan, kita akan mendapatkan dosa.

Selama bantuan yang kita berikan masih digkunakan, maka pahala dan dosa ters mengalir pada kita. Jika bantuan yang kita berikan dalam masalah kebaikan, pahala akan terus mengalir pada kita[2]. Jika bantuan yang kita berikan dalam masalah kejelekan, doslalah yang terus mengalir pada kita.

Akhiran, mari kita latih diri kita untuk menjadi orang yang mudah membantu. Mudah meringankan beban orang lain. Dalam potongan sebuah Hadis diriwayatkan, ketika datang peminta-minta atau orang yang memiliki kebutuhan kepada Rasulullah saw., beliau berkata,”Membantulah kalian. Maka kalian akan diberi pahala” (HR. Al-Bukhari)

 

[1] Al-‘Asqalani, Abul Fadl Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar, Fath al-Bari, Juz: 10, hal: 451, Dar al-Fikr.

[2] As-Smarqandi, Abul Laits Nasr bin Muhammad bin Ibrahim, Bahr al-Ulum, Juz:1, hal: 348, Dar al-Fikr, Beirut.

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post