Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah | Tadi pagi saya menghadiri walimah. Tetangga menikah. Di
sela-sela acara, diisi dengan ceramah agama. Isi pidatonya mengarah pada
masalah rumah tangga. Ketika ada guyonan yang hanya bisa dilakukan
suami-istri, saya tersenyum. Kapan ya saya? Ah, biarlah. Nanti kalau waktunya,
pasti nilkah juga. Memang sih, memikirkan jodoh itu memusingkan.
Saya dengarkan ceramah itu dengan seksama. Entahlah.
Saya merasa bahagia sekali. Apa mungkin karena masalah nikah-nikah. Hehehe…
Ada satu ayat yang dibaca dalam ceramah itu. Ayat itu
sedikit-sedikit masih saya inigat.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُون
Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS: ar-Rum, 21)
Ada dua
kesimpulan yang diambil dari ayat di atas. Pertama, Johan. Jodoh ada ditangan
tuhan. Artinya, dalam masalah jodoh kita hanya bisa
menengadahkan tangan. Sebab, jodoh itu ditangan tuhan. Tuhan yang menentukan.
Kalau jodoh, pasti jadi. Kalau tidak, pasti tidak akan jadi suami istri.
Kadang, sudah bertahun-tahun tunangan, bahkan sudah kurang satu hari
akad-akadan, eh ada masalah. Akhirnya tidak jadi. Bukan jodoh. Kadang,
hanya bertemu satu kali. Saling cocok. Lalu, akad. Jodoh. Itulah, jodoh memang
di tangan tuhan. Karena itulah, dalam ayat di atas, ketika Allah menjelaskan
tentang istri, Allah menggunakan kata “Khalaqa” (menjadikan) bukan “Ja’ala”
(menjadikan).
Kedua, kebahagiaan harus diusahakan. Maksudnya, ketika
sudah berkeluarga dan ingin bahagia, maka kita harus berusaha untuk menciptakan
kebahagiaan itu. Kita harus melakukan sesuatu. Hal itu diambil dari kata
“Ja’ala” (menjadikan) dalam ayat di atas. Allah ketika membahas tentang
kebahagiaan menggunakan kata ja’ala bukan khalaqa, padahal arti keduanya sama.
Itu artinya, kebahagiaan itu harus diusahkan.
Agar mendapat kebahagiaan ketika sudah berumah tangga,
tidak ada salahnya kita mengamalkan hadis berikut. “Empat perkara diantara
sunat-suant para utusan: memakai minyak wangi, nikah, siwak dan malu.” (HR.
Baihaqi)
Pertama, memakai minyak wangi. Suami atau istri harus
pandai-pandai merawat diri. Jangan lupa memakai parfum. Buat sang pasangan
tidak bosan-bosan untuk memandang dan mendekat. Jika hal itu dilakukan,
insyaallah sang pasangan tidak akan melirik tetangga. Karena di rumah sudah
ada.
Kedua, siwak. Bersiwak termasuk sunah rasul. Kapan saja,
siwak sunah dilakukan (kecuali setelah masuk waktu dzuhur bagi orang puasa).
Apa lagi bagi suami-istri. Siwak bagi mereka meruapkan hal yang sangat penting.
Jika tidak siwak (sikat gigi), pasangan tidak akan mendekat. Jika siwak,
pasangan akan melekat. Maka siwaklah!
Ketiga, malu. Suami-istri harus memiliki rasa malu. Sang
istri malu jika menyakiti sang suami. Sang suami juga malu jika menyakiti sang
istri. Mereka sama-sama malu jika tidak bisa saling membantu menuju kebaikan
dan ketaatan.
Alakullihal, istri
itu jodoh. Jodoh terserah Allah swt.. Kita hanya bisa berdo’a. Semuga saja
istri kita wanita yang bertakwa. Dan, kalau sudah berkeluarga, kita harus
berusaha untuk menanam kebahagiaan dalam rumah tangga. Sebab, kebahagiaan harus
dicari. Tidak akan datang sendiri. Kita harus ikuti petunjuk nabi. Harus merawat
diri dan tidak menyakiti. Insyaallah rumah tangga yang kita jalani akan penuh
dengan mawadah wa rahmah. Cinta mendalam dan kasih sayang yang tak dapat
digambarkan. Nah, kalau sudah seperti itu, maka kita tidak malu untuk
mengatakan “rumahku surgaku”.
Wallahu A’lam….
Disadur dari pidato KH. Abdullah Khan Tabrani, Bangkalan
Madura
Pada acara walimah, di Desa Mandung, Kec. Kokop, Kab,
Bangkalan, 13, Agustus, 2015 M
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!