Dulu, terdapatlah seorang laki-laki kaya. Hidupnya
nyaman. Fasilitas yang diinginkan cepat terkabul. Makanan yang enak-enak pun
selalu menjadi santapannya. Suatu ketika, saat hidangan makanan lezat-lezat siap
disantap, datanglah seorang miskin. Orang yang berpakaian compang-camping itu
memohon agar diberi sedikit makanan. Kontan saja, laki-laki kaya tadi
marah-marah. Dia usir pengemis miskin tadi. Sang pengemis pun pergi dengan hati
kecewa serta perut keroncongan.
Detik, menit, jam dan haripun berlalu. Laki-laki kaya
tadi mulai ditimpa masalah. Dalam keluarganya mulai terjadi ketidak harmonisan.
Pertengkaran juga sering terjadi. Sehingga pada akhirnya, laki-laki kaya itu harus
bercerai dengan istri tercintanya.
Tak selang beberapa lama, masalah baru menghampiri. Harta
kekayaan laki-laki itu mulai menipis. Perusahaan dan usahanya bangkrut. Di
kemudian hari, laki-laki kaya tadi benar-benar jatuh miskin. Seluruh hartanya
ludes tak tersisa. Untuk makan saja, ia harus minta-minta.
Suatu saat, laki-laki itu melangkahkan kaki menuju suatu
rumah. Rumah itu tampak mewah. Ketika melihat empunya sedang duduk di meja
makan, mata laki-laki itu melotot pada makanan yang berserakan di meja makan. Dengan
suara terbata-terbata, mantan orang kaya itu memohon agar dikasih sedikit
makanan. Sang pemilik rumah menoleh. Terlihat di wajahnya rasa kasihan. Tanpa
pikir panjang, sang pemilik rumah menyuruh Istrinya untuk memberikan daging ayam
pada pengemis itu. Istri pun bangkit dan mengambil daging ayam yang ditunjuk
suami tercintannya. Lalu, melangkah untuk memberikannya pada pengemis yang
berdiri di dekat pintu. Betapa terkejut istri pemilik rumah itu. Ketika matanya
memandang pengemis, ternyata dia adalah mantan suaminya. “Kok bisa? Dulu kan
dia kaya” pekik hatinya.
Setelah pengemis itu pergi, istir tadi bercerita pada
pemilik rumah yang notabena suami tercintnya. Si istri menceritakan semuanya.
Mulai dari cerita pengusiran suami pertamanya pada seorang pengemis sehingga
pertengkarannya yang berujung perceraian. Mendengar certia si istri, sang
pemilik rumah berucap, “Harta dia dihncurkan oleh Allah swt. karena tidak
pandai bersyukur.”
Catatan Akhir:
Al-Haddad, Alwi bin Ahmad bin al-Husain bin Abdullah bin
Alwi, Syarhu Ratibul Haddad, hal 238, Limaqam, al-Imam al-Haddad (2005)
Posting Komentar
Tinggalkan komentar anda....!