Biografi Ahmad ar-Rifa’I al-Kabir

BAB I LAHIR DAN MASA BELAJAR
Lahir
Biografi ar-Rifa'i  Suatu ketika datang seorang pemuda ke negeri Iraq dan menetap di daerah bernama Batha’ih, tepatnya di desa Ummi Abidah. Kemudian pemuda yang biasa disebut Ali itu menyunting salah satu saudari Syaikh Manshur, -salah satu ulama terkemuka dan zuhud- Fatima. Dari jalinan kasih keduanya, mereka dikarunai beberapa putra. Di antaranya adalah Sayid Ahmad ar-Rifai al-Kabir.

Menurut sebagian riwayat, Sayid Ahmad ar-Rifa’i (selanjutnya ditulis; ar-Rifai) lahir pada awal bulan Muharam tahun 500 H. di Iraq.  Sebelum lahir, ar-Rifai sudah dibanggakan oleh sejumlah ulama terkemuka kala itu, di antaranya Syaikh al-Kabir Tâjul Arifîn Abul Wafâ, Syaikh Mansur, Syakih Ahmad Khumais dan lainnya.

Nasab ar-Rifai
Garis keturunan ar-Rifai bersambung kepada Nabi Muhammad e dari jalur Sayidina Husain, cucu Rasulullah SAW. Lengkapnya sebagai berikut, ar-Rifai bin Ali bin Yahya bin Sayid Tsabit bin Hazim Ali bin Sayid Ahmad bin Ali bin Hasan bin Rifa’ah al-Hasyimi al-Makki bin Sayid Mahdi bin Abil-Qasim Muhammad bin Hasan bin Sayid Husain ar-Radli bin Sayid Ahmad al-Akbar bin Musa ast-Tsani bin Ibrahim al-Murtadla bin Sayid Musa al-Kadzim bin Sayidina Jakfar Shadiq bin Sayid Muhammad Baqir bin Sayid Zainal Abidin Ali As-Sujjad bin Sayid Husain bin Sayidina Ali Amirul Mu’minin dengan Sayidah Fatimah bintu Rasulullah e.
Sedangkan dari jalur ibu, nasab  ar-Rifa’I bersambung kepada salah satu sahabat nabi yang bernama Abu Ayyub al-Anshari.

Masa-Masa Belajar
Ar-Rifa’i kecil lahir sebagai anak yatim. Beliau tidak pernah merasakan indahnya bercanda dengan sang ayah, tidak pernah merasakan hangatnya pelukan dan kasih sayang dari ayah tercinta. Beliau juga tidak pernah menerima petuah dan ilmu agam darinya. Sebab, sang ayah telah dipanggil ilahi Rabbi ketika ar-Rifa’i masih berada dalam kandungan. Hanya saja, hal itu tidak membuatnya kecil hati. Beliau tetap semangat dalam mencari ilmu. Sejak kecil ar-Rifa’i diasuh oleh pamanya, Syaikh Mansur. Ar-Rifa’i belajar kepada pamannya, tentang tarekat Sufiyah, ilmu Tasawuf, ilmu Syariah dan Hakikat. Bahkan ar-Rifa’i mendapat ijazah dari sang paman. Sedangkan dalam  ilmu Fiqih, ar-Rifa’i belajar  kepada Abul-Fadhl al-Wasithi yang dikenal dengan Ibnul-Qari. Selain itu beliau juga belajar kepada beberapa ulama dengan rajin dan giat sampai berumur 27 tahun. di antara gurunya adalah  Syaikh Abu Bakar al-Wasthi.

Mendapat ilmu Ladunni
                Semenjak kecil ar-Rifa’i tekun menuntut berbagai disiplin ilmu. Setiap ada majlis taklim, ar-Rifa’i tidak pernah absen untuk mengikutinya. Sebab ketekunan dan istikamahnya, Allah SWT menganugerahinya ilmu rohbani, yaitu ilmu ladunni, ilmu yang langsung diberi oleh Allah. Tak pelak jika saat ar-Rifa’i tumbuh dewasa beliau tampil sebagai rujukan masyarakat. Semua persoalan yang terjadi langsung dijawab oleh ar-Rifa’i secara detail lengkap dengan referensinya.
Pernah suatu ketika, di sebuah desa bernama Ummu Ubaidah, para pejabat, pembesar ulama, masyayikh dan masyarakat umum berlebur mengikuti pengajian Syaikh Ahmad ar-Rifa’i. Pengajian yang saat itu diikuti sekitar 100.000 orang. semua berbondong-bondong mendengarkan nasihat dan mauizahnya. Setelah pengajian, pembesar ulama Irak dan ulama lainnya mendatangi ar-Rifa’i guna menanyakan tentang problema agama. Aneka ragam pertanyaan tentang Tafsir, Hadis, Fiqih, Usul Fiqih dan lainnya segera dilontarkan kepadanya. Pertanyaan itu mencapai 200 soal seputar problema aktual masyarakat. Semua itu dijawab oleh ar-Rifa’i tanpa merubah tempat duduknya. Lalu ada hadirin yang berdiri seraya berkata, “Apakah kalian sudah cukup dengan ini?, demi Allah SWT, seandainya kalian bertanya pada ar-Rifa’i segala bidang ilmu, maka dengan izin Allah SWT ar-Rifa’i menjawab semua pertanyaan itu tanpa paksaan.” Lalu ar-Rifa’i tersenyum dan berkata, “Ajaklah mereka, untuk bertanya padaku sebelum aku tiada dari dunia ini. Karena sesungguhnya dunia sirna, sedangkan Allah SWT berada dimana-mana.
Syahdan, di ruangan masjid terdengar suara menggemuruh, suara tangis menghiasi suasan majlis. Pengajian itu dibanjiri dengan tetesan air mata dari para jamaah, semua menagis mendengarkan perkataa ar-Rifa’i. Bahkan, 5 orang sampai meninggal. Lebih jauh, sebanyak 80.000 jamaah langsung memeluk Islam, sementara 40.000 jamaah menyatakan bertaubat.

BAB II
MUTIARA DI TENGAN MASYARAKAT
Ayomi Anak Yatim dan Orang Miskin
                Ar-Rifa’i tumbuh sebagai pribadi yang disegani olah masyarakat. Baik dari kalangan atas ataupun kalangan bawah. Ini bisa dilihat dari kebiasaan beliau bermasyarakat. Selain ibadah dan zikir kepada Allah SWT, beliau tidak serta merta melupakan masyarakat sekitarnya. Terlihat  ar-Rifa’i suka berkumpul bersama anak yatim dan fakir-miskin. Setiap hari ar-Rifa’i mendidiki dan mengajar anak yatim tentang Syariat Islam. Ar-rifa’i juga sering memberi makan dan bingkisan kebutuhan sehari kepada mereka. Rasa sayang ar-Rifa’i kepada anak yatim tak ubanhnya ia menyayangi keluarganya sendiri, sehingg terkadang ar-Rifa’i merasa iba dan terharu saat melihat anak yatim menangis. Ar-Rifa’i berkata, “Ketika saya melihat anak yatim menangis, maka seluruh badanku bergoncang keras.” Dan tampa terasa deraian air mata membasahi pipi ar-Rifa’i.
Selain sangat cinta kepada anak yatim, ar-Rifa’i juga hobi bercengkrama dengan masyarakat yang kurang mampu. Hampir setiap hari beliau bersama mereka. Bahkan, beliau sering memenuhi kebutuhan mereka serta memberinya uang tanpa meminta imbalan dan banyak pertanyaan. Pada suatu hari ar-Rifa’i mengumpulkan kayu bakar. Setelah kayu bakar terkumpul ar-Rifa’i lalu membagi-bagi kayu itu kepada para orang miskin, anak nyatim, orang sakit, tokoh masyarakat dan kepada teman-temanya. Ar-Rifa’i juga sering berkumpul makan dengan mereka, bahkan beliau juga pernah mencucikan baju temanya tanpa ada rasa malu. Semua itu beliau lakukan sebagai perantara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ar-Rifa’i berkata,Syafaqah (kasih sayang) kepada saudara kita termasuk media yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sebab kasih sayang ar-Rifa’i pada mereka, ar-Rifa’i mendapat gelar Abal-Aytâ dan Abal-Miskîn (ayah anak yatim dan orang miskin). Berkat kemuliaan akhlak dan kasih sayingnya, banyak masyarakat yang memeluk ajaran Islam. Selain kepada anak yatim dan golongan miskin, kasih saying ar-Rifa’i juga kentara kepada para ulama, tokoh masyarakat, tetangga, guru, orang buta, orang sakit dan orang pincang.

Pujian Dari Para Ulama
                Perangai seorang ulama besar memberikan dampak yang sangat baik bagi masyarakat umum. Terutama dari para ulama baik dari para Muhaddistin, para Fuqoha’. Semua mengakui atas kewalian dan ibadah yang beliau tekuni. Salah satunya adalah dari ulama fiqh yang pepoler di kalangan ulama, ia adalah Imam Ar-Râfi’i. Imam Ar-Rofi’i berkata dalam salah satu naskanya “ Bercerita padaku as-Syekh Abu Syujâ’ as-Syafi’i, beliau bercerita ‘ As-Sayyid Ahmad ar-Rifa’i adalah sesosok ulama yang tenggelam dalam keilmuan, ilmu yang  di dapat menacap didadanya, muhaddist dan faqih (faham dalam masalah fiqih), mufassir yang mempunyai sanad yang lengkap’”.
Imam ad-Dzahaby r.a berkata tentang biografi Imam Ahmad ar-Rifa’i “ Imam Ahmad ar-Rifa’i al-Kabîr adalah termasuk imâm (pemimpin), ahli ibadah, zuhud (tidak senang dengan dunia), dan Syaikhul-ârifîn (guru para ma’rifatullah).
Dan masih banyak ulama baik dari bidang hadist, fiqh dan sejarah mengakui atas kewalian dan perangai sebagai hamba yang selalu ingat pada Allah. Dan juga banyak yang tertarik untuk menceritakan biografi Imam Ahmad Ar-Rifa’i, di antaranya Imam as-Suyûty, Imam ar-Rofi’i, Imam ad-Dzahaby dalam kitab sejarahny, dan lain-lainya.

Zuhud Dan Tawadu’
                Al-Imam Al-Ghost Al-Qothbu Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i setiap hari selalu di hiasi dengan sesosok hamba yang tidak senang dunia. Beliau pasrahkan segala sesuatau pada Allah. Sifat zuhud inilah yang membuat beliau di angkat menjadi Auliyaul-llah. Beliau juga selalu merendahkan diri di hadapan manusia. Sifat kewalian yang beliau miliki tidak membuat beliau angkat kepala di hadapan para manuisa, bahkan beliau di anggat derajatnya krna sifat zuhud dan tawadu’ beliau.
Imam ar-Rifa’i perna berkata “ Selama aku menempuh suluk kepada Allah swt, aku tidak perna melihat sesuatu yang lebih deket (kepada Allah), lebih gampang, dan lebih baik dari kefaqiran dan hina “. Beliau lalu di tanya “ Bagaimana bisa itu terjadi, Wahai Sayyid ku “. Beliau menjawab “ mulyakanlah perintah Allah swt, berbelas kasihlah pada hamba Allah, dan ikutilah sunnah Rasulullah saw “.

BAB III MENCIUM ASTA RASULULLAH SAW.
Mendengar Suara Ghoib.
                Imam ar-Rifa’i  termasuk pembesar ulama yang sangat mashur di zamanya. Beliau sempat terkenal sebab kejadian yang menggegerkan jamaah haji yang menyertainya. Keajaiban sebuah karomah tampak kepada para jamaah haji yaitu beliau mencium dan mendengar jawaban Rasulullah saw.
Di ceritakan, sebelum berangkat haji salah satu jamaah imam ar-Rifa’i, as-Syekh al-Jalil al-Fadhil abu hafidh umar al-Fârûmy, berada di majlis imam ar-rifa’i. Semua para ulama, masyarat di tempat dan pejabat berkumpul di majlis guna mengikuti pengajian imam ar-Rifa’i.  Saat itu  semua para jamaah saling berdiskusi tentang masalah agama dan ada juga yang bercerita  tentang keajaiban dan karomah seorang wali. Semua permasalah langsung di tanyakan pada imam ahamd ar-Rifa’i. Pada saat ar-Rifa’i di tanya tentang asrârul ghoribah (kejadian yang asing )  dan asrârul ajibah (di balik rahasia keajaiban), Imam Ahmad ar-rifa’i tiba-tiba berdiri  sambil melihat keatas, seraya berkata “ Telah nampak perkara yang benar dan telah jelas kebenaran. Aku mendengar suara sedang memanggilku ‘ Wahai Ahmad, berdirilah dan pergilah ke baitullah, dan berziarohlah kemakam datuk mu saw. Karna sesungguh di sana engkau akan mendapat pesan berupa dakwah dari Rasulullah saw’. Setelah kejadian aneh itu Imam ar-rifa’i berangkat bersama para rombongan jamaah haji.    

Mencium Asta Rasulullah saw.
Pada tahun 555 H saat itu imam ar-Rifa’i berumur 43, beliau berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan haji. Setelah dimekkah beliau pergi ke Madinah untuk beziarah ke makam datuknya Rasulullah saw. Setelah sampai di Madinah, ar-Rifa’i dan para jamaahnya menuju masjid makam Rasulullah saw di masjid Nabawi. Saat itu nampak pada para jamaah karomah Imam ar-rifa’i, para jamaah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Rasulullah saw menjawab salam dari Imam ar-Rifa’i. Ar-rifa’i berkata “Assalamualikum Wahai datuk ku..”. lalu datang dari dalam Hujroh Rasulullah suara, “ Waalaikum salam Wahai anak ku..”. ar-Rifai lalu masuk ke dalamnya dalam keadaaan gemeter dan menggigil sehingga warna kulitnya menjadi kekunig-kuningan dan ar-Rifai berlutut sambil menangis seraya berkata “ Dari kejahuan aku kiramkan ruhku untuk selalu mengingatmu sebagai perwakilanku, maka dalam kesempatan ini aku bisa melihat dengan seluruh jasad ku pada mu secara kasat mata. Maka aku mohon ulurkanlah tangan mu agar aku bisa mencium tangan mu “.
Sahdan, asta Rasulullah saw keluar dari maqbarohnya, ar-Rifai’ pun langsung menciumnya, sebagai mana yang di minta oleh ar-Rifa’i. Semua jamaah haji yang ikut serta melihat dan mendengar langsung karomah Imam as-Syekh al-Mursyid al-Ghoist as-Zahid al-Arif imamul-Akbar Sayyid Abul Abbas Ahmad ar-Rifa’i al-Kabir. Kejadian ini 23 tahun sebelum imam ar-Rifa’i di panggil di pangkuan Allah.

Di Baiat Oleh Rasulullah Saw
                Pada waktu imam ahmad ar-rifa’i mencium asta Rasulullah saw, beliau di baiat langsung oleh Nabi Muhammad saw. Rasulullah berkata pada Imam ar-rifa’i “ Wahai Anak ku. Pakailah selendang hitam dan naiklah ke atas mimbar lalu berkhutbahlah di depan para manusia. Baiat ini aku serahkan pada mu dan kepada keturunan mu hingga hari kiamat “. Lalu ar-Rifa’i keluar dan melaksanakan perintah dari Rasulullah saw. Semua jamaah haji yang hadir saat itu mencapai 90.000 orang, semua menyaksikan langsung karomah dan pembaiatan imam ar-rifa’i.

Di Lihat Oleh Sulthonul Auliya’
                Di antara jamaah yang yang melihat lansgung kejadian itu mulai dari para ulama, tokoh masyaraka, pejabat, dan masyarakat umum dari menengah ke atas hingah menengah kebawah. Di antara ulama adalah Sulthonul Auliya’ as-Syekh Abdul Qodir al-Jilani, Sayyid adiy bin musafir as-Syâmy, as-Syekh Ali bin Khomis, as-Syekh Hayat bin Qois al-Harâny.

BAB IV WALI PARA WALI
Wali al-Ghauts al-Qutb
ar-Rifa’I tumbuh sebagai peribadi yang alim, zuhud, waro’,  seorang ahli ibadah, ahli tasawuf, dan ahli fiqih yang bermadzhab Syafi’i. “ imam ar-Rifai adalah seorang panutan, zuhud dan gurunya orang yang ma’rifat” kata imam adz-dzahabi.
Beliau termasuk salah satu wali  al-Qutb al-Ghaust. Beliau memiliki banyak pengikut dan santri. Mayoritas mereka dari kalangan orang faqir. Mereka diberi nama ar-rifa’iyah ,  Ahmadiya dan Batha’ihiyah. Jika malam nisfu sya’ban tiba, orang-orang yang  datang mengikuti majlis beliau kurang lebih 100.000 jiwa. Konon,  sanri-santri beliau memiliki kehebatan memukau. Mereka mampu menunggangi hewan liar, bermain ular bahkan mereka tidak segan-segan melompat dari pohon kurma yang begitu tinggi. Anehnya, mereka baik-baik saja dan tidak merasakan sakkit sedikitpun.

Di Angkat Menjadi Pemimpin Para Wali
Sebagaimana sudah di ketahui di antara para jumhurul-ulama’ bahwa imam ar-Rifa’I termasuk dari para kekasih Allah. Bahkan beliau termasuk juga dari king of the king para kekasih Allah saat itu. Ini bisa di lihat dari salah satu mimpi yang di lihat oleh khola-nya (paman dari ibu) imam ar-Rifa’I, ia adalah Sayyid as-Syekh Mansur al-Anshori. Beliau –paman Imam ar-Rifa’i- berkata “ Saya bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, 40 hari sebelum anak dari saudara perempuan saya di lahirkan, lalu Beliau SAW berkata kepada ku ‘ Wahai Manshur!, saya membawa berita gembira kepadamu bahwa Allah memberi karunia seorang anak setelah 40 hari, dia bernama Ahmad ar-Rifa’I, dia juga sama seperti halnya aku, bila aku adalah pemimpin para anbiya’, maka keponakanmu (Imam ar-Rifa’i) adalah pemimpin para auliyaullah’ “. 
Setelah imam ar-Rifa’i lahir ke alam dunia, beliau menjadi sesosok bocah yang ahli ibadah. Meski umur yang masih belita, beliau sudah beribadah seperti halnya seorang dewasa. ketika beliau masih kecil beliau sudah berpuasa satu hari full. Di katakan dari saudara rodo’ (sesuson) imam ar-Rifa’i pada bulan Ramadhon “ Sesungguhnya ahmad tidak mau meminum susu pada waktu siang hari, maka saya menyangka bahwa ada sesuatu yang tidak membuat dia suka. Tapi ketika matahari terbenam, ahmad menerima murdi’ dan mau meminum susunya “.

Di Tunjuk Oleh Rasulullah SAW.
Beliua tumbuh menjadi seorang pemimpin thoriqoh Ar-Rifa’iyah dan menjadi Wali yang zahud (tidak mau dunia), Arif (ma’rifatullah), alim, dan dermawan. Jamaah yang mengikuti Thoriqoh Ar-Rifaiyah semakin menjadi pesat. Satu persatu orang datang untuk mengikuti thoriqoh dan suluk imam ar-Rifa’i ,untuk sampai kepada allah, mulai dari tingkatan atas sampai ketingkatan bawah. Beliau juga menjadi rujukan para pengikutnya dalam masalah wusul dan suluk kepada Allah. Sebagaimana di alami oleh Imam Muhammad Mahdi ar-Rowwas yang mendapat taujihat dari Rasulullah saw dalam mimpinya. Imam Mahdi ar-Rowwas berkata dalam mimpinya “ saya memimta petunjuk pada Rasulullah ‘berilah saya jalan menuju kebenaran Wahai.. Rasulullah’. Beliau menjawab ‘‘Al-Qur’anul Karim adalah jalan yang kamu cari’’. saya mengaduh lagi ‘berilah saya jalan (suluk) menuju Allah, Wahai..Rasulullah’. Beliau menjawab “Berpegang teguhlah pada anakku yaitu Amhad Ar-Rifa’i dan kamu akan sampai kepada Allah. Sedangkan dia adalah sayyidnya para auliya’ (kekasih) umat ku. Setelah auliya’ abad ketiga. Dan dia juga mempunyai derajat yang tinggi dari pada auliya’ di masanya ”.

BAB V KAROMAH
Sabar Pada Perlakuan Istri
Seorang istri yang begitu durhaka. Lidahnya tajam bak pedang yang siap menebas leher siapapun. Kata-katanya sangat pedih dan sering menmbus hati ar-Rifa’I. perempuan itu sangat gemar menyakiti suami shaleh ini. Dia memukul ar-Rifai hingga bajunya menghitam, namun ar-rifai tetap sabar mendpat perlakuan yang sedemikian ruapa. Tanpa diduga salah satu santri masuk ingin sowan kepada beliau. Tanpak di wajah santri itu kegelisahan yang mendalam, karna tidak enak hati melihat ar-Riafa’i diperlakukan seperti itu. Dia langsung keluar menemui teman-temanya. “Teman-teman, Syaikh diperlakukan tidak baik oleh perempuan jahat, kenapa kalian diam saja?” ujar santri. Mendengar pernyataan itu, salah satu mereka menyahut “Maharnya limaratus dinar, sedangkan Syaikh tidak bisa bayar. Santri itupun pergi. Dia ingin mencari uang untuk diberikan kepada gurunya. Dia tidak tahan jika harus melihat sang guru disiksa habis-habisan. Dia berusaha keras memeras keringat agar secepatnya mendapatkan uang. Akhirnya usahanya tidak sia-sia. Uang limaratus dinar kini berada ditangannya. Lalu santri itu pergi ke rumah ar-Rifai membawa uang itu. Dia letakkan di sebuah wadah dan diberikan kepada beliau. Melihat pemberian itu, ar-Rifai berkata “ Apa ini?” “ Uang lima ratus dinar untuk mahar istri jennnengan.” Jawab si santri. Ar-Rifa’I tanpak tersenyum dan berkata . “Andaikan bukan karna ketabahanku atas penyiksaan dan perkataan pedih  istriku, nescaya engkau tidak akan bermimimpi aku berada di surga.” Santri itu tertegun keheranan. Dia tidak mengira gurunya bisa tahu apa yang telah menimpanya, padahal dia tidak pernah bilang kepada siapapun kalau dia sering bermimpi ar-Rifa’i berada di dalam surga. Akhirnya, Santri itu sadar bahwa kejadian ini adalah karamah ar-Rifa’i; mengatahui yang ghaib.

BAB VI SIFAT BIJAK IMAM AR-RIFA’I
Mencitai Orang Tak Berdaya
Kelembutan dan kasih sayang ar-Rifa’I memang sudah menjadi karakter. Menolong orang yang lemah dan tak berdaya sudah menjadi detak nadi hidup cicit Nabi ini. Jika suatu saat pulang dari sebuah perjalanan dan hampir tiba di kampung halaman, beliau menyiapkan tali untuk mencari kayu bakar. Hasil carian itu beliau bawa ke desa tempat tinggalnya. Lalu dibagi-bagikan kepada janda-janda, faqir miskin, orang-orang lumpuh, sakit, buta dan para masyaikh. ar-Rifa’I juga berkunjung ke rumah orang-orang lumpuh. Mencuci baju-bajunya, membawakan makanan untuknya, makan bersamanya, dan meminta doanya. Beliau berkata “Ziyaroh kepada orang seperti mereka wajib bukan sunat.”
Ketika mendengar ada orang sakit, ar-Rifa’I pasti menyambanginya meski jauh, dan beliau akan datang lagi setelah dua hari atau satu hari. ar-Rifa’I juga berdiri di jalan-jalan menunggu ada orang buta lewat. Jika orang buta itu datang, beliau menghampirinya dan menuntunnya. Beliau juga tidak pernah membalas kejelekan dengan kejelekan. Syafaqoh dalam hati beliau begitu kuat, bahkan beliau berpandangan bahaw kasih sayang termasuk sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. “ Syafaqoh termasuk sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah.” Kata beliau suatu ketika.

Kucing Tidur
Ar-rifai sangat menyayangi hewan. Rasa kasih sayang telah menyatu dengan hatinya laksana jiwa dan raga. Syafaqah yang telah mendarah daging sungguh teraplikasikan dalam hidup beliau. Suatu ketika, ada seekor kucing tidur pulas di lengan baju ar-Rifa’i. Padahal waktu salat telah berkumandang. Tidak boleh tidak  ar-Rifa’i harus menunaikan panggilan tuhan itu. Namun ar-Rifa’i juga tidak ingin menggangu tidur hewan kesayangan Abu huroiroh itu. Maka beliau menggunting lengan bajunya agar kucing itu tidak terganggu. Seusai salat, ternyata kucing itu telah bangun dan pergi. Barulah ar-Rifa’i mengambil potongan lengan baju itu dan menjahit seperti semula.

Nyamuk Mengais Rizki
Pada suatu malam yang mencekam, hawa dinginya meresap ke sumsum tulang, tampak ar-Rifa’i selesai mengambil air wudlu’. Tiba-tiba beliau mematung tak bergerak. Tangannya lurus memanjang sekian lamanya. Ya’qub yang melihat kejadian itu, langsung menghampiri ar-Rifa’i dan menciyum tangannya. Meliahat kelakuan ya’qub, ar-Rifa’i berkata ” Ya’qub, engkau telah menggagngu makhluk Allah yang lemah ini” “gerangan, siapakah dia?” tanya Ya’qub. “nyamuk yang sedang mengambil bagian rizqinya di tanganku, ia lari karna ulahmu.” Ujar ar-Rifa’i.

Sayang Belalang
Suatu saat, ar-Rifa’I    terlihat aneh. Beliau berkomonikasi sendirian. “ Wahai mubarakah, aku tidak mengetahuimu, aku telah membuatmu jauh dari tanah airmu.”   Ucap ar-Rifa’i. setelah damati, ternyata beliau menyapa belalang yang tersangkut dibajunya. Beliau mencoba mejelaskan kepada belalang itu, bahwa beliau tidak tahu keberadaannya. Anadaikan saja beliau tahu, maka semua ini tidak akan terjadi. 

Anjing & Kutu
suatu ketika, ar-Rifa’I berjalan melewati sebuah rumah makan. Syahdan, beliau melihat ada segerombolan Anjing memakan kurama yang berada di sebuah wadah. Beliau langsung berdiri di pintu agar tidak seorang pun yang masuk dan mengganggu Ainjing-anjing. Lalu beliau berkata, “ Wahai yang diberkahi, makanlah dengan tenang, tidak usah rebutan. Jika tidak, maka kalian nanti ketahuan dan tidak akan bisa menikmati kurma itu lagi.”
Di lain waktu ar-Rifa’I mlihat seorang faqir membunuh Kutu. Beliau marah bukan kepalang. “ Jangan,- semuga Allah menyiksamu,- sudahkah sembuh marahmu?” Pekik ar-Rifa’i.

BAB VII Kenangan yang tak terlupakan
Di Panggil Sang Khaliq swt.
                Ketika imam ar-rifa’i menginjak umur 66, beliau terserang penyakit sakit perut. Penyikt itu kian hari bertambah semakin parah. Meski penyakit yang di derita oleh beliau cukup parah tapi beliau tetap  melaksanakan ibadahnya dan bertambah keimananya tampa merasa sakit dan mengeluh. Setelah satu bulan lebih beliau di serang penyakit, penyakit beliau bertambah semakin parah. Sehingga beliau tidak bisa bangun dari tempat tidurnya.              
Dan keesokan harinya, Tetap ketika matahari menampakkan sinarnya ke bumi, dan embun senantiasa menghiasi dedaunan, yaitu pada hari Kamis, bulan Jumadil Ula, tahun 578 H, suasa menjadi terharu dan di banjiri dengan tangisan belasungkawa. Semua berbondong-bondong pergi ke dalem  imam ar-rifa’i, untuk memberikan sambutan yang terakhir kepada beliau. Saat itu semua orang merasa kehilangan sesosok pemimpin umat dan pemimpin para wali itu.
Al-Imam al-Ghoust al-Qathbu as-zâhid al-Arif billah Sayyid Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa’I al-Kabir. Lalu beliau di di makamkan di Qubbah kakek dari ibu, Sayyid Yahya al-Bukhori, di negaranya (Bukhâra). Setelah beliau di makamkan dan disholati, semua orang dari penjuru dunia berta’ziah ke makam beliau, untuk mengharap berkah dari beliau.

Murid-murid Imam ar-Rifa’i
                Imam ar-rifa’i tergolong ulama yang kaya dengan disiplin ilmu. Semua ilmu beliau dapat dengan jirih payah sendiri. Selain terkenal dengan kealimannya, imam ar-Rifa’i juga terkenal dengan kezuhudannya, Wara’, Rajib beribadah, dan selalu taqwa kepada allah. Dengan sifat-sifat itulah banyak ulama dan masyarakt menunjukdan memilih seorang guru sebagai muryid menuju ke jalan Allah swt dan mengetahui syariat agama islam, memilih Imam ahmad ar-rifa’i.
Imam ar-rifa’i di masanya termsuk dari salah saru dari ulama dan guru besar saat itu, banyak dari murid-murid beliau yang menjadi menjadi ulama dan menjadi wali semasa hidupnya dan setalah wafatnya. Imam ar-Rifa’i mendapat beberapa julukan di antara julukan beliau adalah Syaikhul-Tharâriq, Syaikhul-Kabîr, dan Ustadzul-Jamâ’ah. Sewaktu beliau Hidup banyak dari kalangan ulama, tokoh masyarakt, dan orang umum belajar kepada beliau mulai dari maslah fiqh, Tauhid, dan meminta ijazah Thariqoh ar-Rifa’iyah, sehingga sebab banyaknya murid imam ar-rifa’i yang ingin belajar kepada beliau, imam ar-rifa’i di juluki dengan Syaikhul-Tharâriq, Syaikhul Kabîr, Dan Ustadzul-Jamâ’ah. 
Di antara para ulama itu adalah Al-Arif Billâh al-Ghaust Sayyid Abul Hasan asy-syadzili (pendiri thariqoh Syadziliyah), al-imam al-Hafidz abdurrahman jalauddin as-suyûtiy (salah satu ulama fiqh), Syaikh Najmuddin (salah satu guru imam ad-dasuqi), syaikh aqîl al-munbijiy, dan syaikh ali al-Khowwas. Dan masih banyak ulama dan para waliullah yang perna menimba ilmu kepada imam ahmad ar-rifa’i.

Karya-Karya Imam Ar-Rifa’i
                Sebelum beliau di panggil di pangkuan sang Kholiq swt. Beliau banyak meninggalakan karya tulisnya mulai dari Kitab, Hizib, dan beberapa Aurâd. Karangan imam ar-rifa’i yang berupa kitab mencakup beberapa tema mulai dari Fiqh, Tafsir, Tauhid, dan Thoriqoh as-sufiyah. Di antarak kitab Fiqih yang beliau karang adalah kitab “Syarhu al-Kitab at-tanbîh lisy-syîraziy”, kitab fiqh madzhab As-Syafi’i. Sedangkan kitab tafsir adalah “ ma’âniy bismillâhirrahmânirahîm” dan “tafsiru surati al-Qodr”. Sedangkan kitab Tauhid adalah “al-burhanu al-muayyid”. Dan kitab yang menerangkan tentang tahoriqoh as-sufiyah ialah “hâlatu ahli-haqiqah, at-thariqah ila-Allah “. Dan masih banyak karna beliau yang lain.
Beliau juga menarang tentang dan hizib-hizib, di antara karya hizib beliau Hizbn Hason, Hizb Hirâsah, Hizb Satru, Hizb Tuhfa as-sanîyah.

Hizib futuh
Referensi; 
·           Ajaran dan teladan para sufi; H.M. Laily Mansur. Cet. 1- Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
·           Thabaqâtul-Kubrâ lis-Sya’rânî, versi Maktabah Syamilah; Imam Sya’rani
·           An-Nujûm Az-Zahrah Fî Mulûkil-Misr Wal-Qâhirah, versi Maktabah Syamilah; ابن تغري بردي
·           Syadrâtudz-Dzahab, versi Maktabah Syamilah; Abdul-Hayyi bin Ahmad bin  Muhammad al-Akrî al-Hanbalî
·           Tarekhul-Islam lidz-Dzahabi, versi Maktabah Syamilah; adz-Dzahabî
·           بقلم خادم الطريقة الرفاعية العلية فواز الطباع الحسني من كتاب الفيوضات المحمدية على الطريقة الرفاعية , versi http://www.alkadria-school.com/vb/showthread.php?p=819
·         .http://www.sunna.info/Lessons/islam_262.html
·         .http://forum.stop55.com/78524.html


2 Comments

Tinggalkan komentar anda....!

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda....!

Previous Post Next Post