Siapa yang tidak tahu Abu Lahab? Dia paman
Rasulullah saw., tapi justru tercatat sebagai orang yang sangat membenci
Rasulullah. Sampai-sampai dia tega menyakiti Rasulullah saw.. Allah mengutuk
Abu Lahab. Turunlah surat Tabbat. Pertanda Abu Lahab orang celaka. Neraka
adalah calon rumah abadinya.
Jauh sebelumnya, Abu Lahab tidak seperti itu.
Abu Lahab sosok yang menyayangi Muhammad kecil. Diceritakan, ketika budaknya
yang bernama Tsuwaibah mengabarkan Nabi Muhammad lahir, Abu Lahab sangat
bahagia. Kebahagiaan begitu tampak dari perilakunya. Saking bahagianya, Abu
Lahab rela memerdekakan Tsuwaibah.
Setahun setelah Abu Lahab meninggal, Sayyidina ‘Abbas
bermimpi. Abu Lahab disiksa. Siksaan begitu dahsyatnya. “Aku tak pernah
merasakan nyaman selain hari Senin.
Kalau hari Senin, siksaan sedikit
diringankan,” begitulah penutura Abu Lahab dalam mimpi Sayyidina ‘Abbas. Kenapa
siksaan Abu Lahab diringankan pada hari Senin? Karena pada hari itu, Abu Lahab
bahagia dengan lahirnya Rasulullah saw[1]..
Abu Lahab yang jahat, Abu Lahab yang
terang-terangan menentang dakwah Rasulullah, tapi karena bahagia ketika
Rasulullah lahir, dia mendapatkan keringanan siksaan. Lalu bagaimana dengan
sahabat Anshor yang bahagia tiada tara ketika Rasulullah hijrah ke Madinah?
Mereka keluar rumah untuk menyambut Rasulullah. Lalu, lagu “Thola’al Badru”
menghiasi sudut-sudut Madinah ketika Rasulullah tiba[2].
Bagaimana pula dengan seorang perempuan yang
bernadzar, jika Rasulullah selamat, dia akan menabuh terbang? Rasulullah pulang
dari perang Badar dengan selamat. Ketika tahu nadzar itu, Rasulullah memerintah
si perempuan untuk melaksanakan nadzarnya. Perempuan itu melaksanakannya dengan
riang gembira[3].
Al-Hafidz Ibn Nashiruddin ad-Dimisyqi
bersenandung puisi:
اذاكان هذا كافرا جاء ذمه
# بتبت يداه في الجحيم مخلدا
أتى أنه في يوم الاثنين دائما
# يخفف عنه للسرور بأحمدا
فماالظن بالعبد الذي طول عمره
# بأحمد مسرورا ومات موحدا[4]
Jika orang kafir yang dicela
dengan “Tabbat Yadâh” di neraka selamanya
Lalu ada riwayat bahwa di kala hari Senin tiba
Diringankan siksaannya karena pada Nabi
Muhammad pernah bahagia
Maka, bagaimana dengan seorang hamba yang
panjang umurnya
Dengan Nabi Muhammad bahagi lalu mati dengan
meng-esakan Allah yang Mahaesa?
Jawaban dari semua pertanyaan di atas, pasti
lebih diringankan. Sahabat Anshor yang bahagia dengan hijrahnya Rasulullah,
seorang perempuan yang bahagia dengan selamatnya Rasulullah, seorang hamba yang
bahagia dengan Rasulullah lalu mati dengan husnul khatimah, pasti lebih baik
dari Abu Lahab. Pasti lebih diringankan dari Abu Lahab. Abu Lahab yang kafir
dan jahat saja diringankan, apa lagi muslim yang taat?
Bahagia dengan adanya Rasulullah merupakan perintah
Al-Quran. Allah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ
وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan
rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya
itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS.
Yunus [10]: 58)
Allah memerintah hambanya agar begembira dengan
rahmat yang diberikan oleh-Nya. Tentu, rahmat teragung bagi umat manusia adalah
Nabi Muhammad saw.. Nabi Muhammad adalah rahmat bagi segenap alam. Maka,
bahagia dengan adanya Nabi Muhammad adalah perintah Allah swt..
Rasulullah sendiri bahagia karena Allah telah
menciptakannya. Suatu ketika, Rasulullah ditanya tentang puasa hari Senin.
Beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula wahyu
diturunkan.” (HR. Imam Muslim)
Rasulullah bahagia karena telah dilahrikan ke
dunia. Maka, Rasulullah bersyukur dengan memperbanyak ibadah pada hari
kelahirannya. Ibadah yang beliau lakukan adalah puasa[5].
Imam Suyuthi juga mengatakan, setelah diutus,
Rasulullah mengakikahi dirinya sendiri. Padahal, Abdul Muthollib pernah mengakikahi
beliau ketika kecil. Dan, akikah hanya dilakukan satu kali. Maka, menurut Imam
Suyuthi, Rasulullah melakukan hal itu karena bersyukur, Allah telah
menjadikannya sebagai rahmat bagi sekalian alam. Maka, sunah bagi umatnya untuk
bersyukur atas kelahiran Nabi Muhammad saw.. Syukur itu bisa diungkapkan dengan
ibadah-ibadah yang lain. Seperti bersedekah, berdzikir bersama, dan sterusnya[6].
Maka, sudahkah di setiap ibadah kita, rasa
bahagia kepada Rasulullah tersematkan dalam hati kita? Sudahkah ketika
bersholawat, rasa bahagia kepada Rasulullah, terselipkan dalam kalbu kita?
Sudahkah ketika tika merayakan kelahiran Rasulullah, rasa syukur akan kelahiran
beliau tersirat dalam sanubari kita? Sudahkah? Jika Abu Lahab mendapat
keringanan siksaan, apa lagi kita?
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!