Judul:
Ayat-Ayat Cinta 2
Penulis:
Habiburrahman El Shirazy
Penerbit:
Republika
Tahun
Terbit: 2015
Jumlah
Halaman: 690
ISBN:
9786020822150
Puluhan
abad yang lalu, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Islam muncul dalam
keadaan asing. Dan, akan kembali asing sebagaimana ia lahir. Maka, beruntunglah
orang-orang yang asing” (HR. Thobroni). Tampaknya, sabda Rasululla Saw. ini
mulai terbukti sekarang ini. Coba kita lihat, betapa Islam begitu asing.
Orang-orang barat menganggap Islam sebagai teroris. Umat Islam sendiri semakin
jauh dari ajaran Islam. Mulai anti jenggot, anti cadar, anti syari’ah, dan
anti-anti yang lain. Betapa asingnya Islam.
Contoh
lain dari keasingan Islam adalah banyaknya orang mencibir sosok Fahri dalam
novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini. Adakah seorang yang sesempurna Fahri? Fahri sangat
sulit ada di dunia nyata. Padahal, memang begitulah seharusnya seorang muslim.
Coba lihat sahabat-sahabat Nabi yang mengerti betul tentang Islam. Mereka lebih
dahsyat dari Fahri. Sebut saja, Sayyidina Abu Bakar. Beliau menyedekahkan
seluruh hartanya ketika umat Islam butuh biaya perang. Sayydina Umar menyedekahkan
separuh hartanya. Fahri? Sungguh, Islam begitu asing. Nah, Novel Ayat-Ayat
Cinta 2 ini mencoba mengkikis keasingan Islam ini.
Sesuai
namanya, Novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini adalah Novel cinta. Cinta seorang suami
pada istri. Cinta suci. Cinta mengakar kuat dalam hati. Cinta yang membuat
rindu menggebu sebelum berpisah. Cinta surga ini diperankan oleh Fahri dan
Aisha. Mereka hidup bersama dalam bingkai asmara purna. Namun, di tengah jalan,
kekejaman Israel memisahkan mereka. Aisha hilang waktu berkunjung ke Palestina
bersama temannya. Kabar yang didapat Fahri hanya kematian teman Aisha.
Kemungkinan besar, Aisha bernasib sama.
Selanjutnya,
cerita Aisha benar-benar tidak tampak lagi. Cerita fokus kepada Fahri yang
berusaha mencari. Dengan rindu mencekam. Sampai badannya kurus. Sekuat apapun
usahanya, hanya kekecewaan yang dia dapat. Fahri pun sadar, meski cinta hliang,
kehidupan harus tetap berjalan. Masih banyak cinta-cinta yang lain. Cinta Allah
dan cinta sesama.
Farhri
menyibukkan diri. Belajar, mengajar, menulis dan bisnis. Semuanya berjalan
dengan lancar. Dia bisa mengajar di Unversitas ternama di Edinburgh. Tulisannya
dimuat di media internasional. Bisnisnya juga makin maju dan penghasilannya
makin besar.
Singkat
cerita, Aisha hadir dalam kehidupan Fahri. Tapi dengan orang berbeda. Suara
berbeda. Nama berbeda. Sabina. Ya, itulah nama barunya. Hal itu membuat Fahri
tidak mengenali bahwa Sabina adalah Aisah. Sebenarnya, Kang Abik –sapaan akrab
Habiburrahman El Shirazy- menyimpan
rapat-rapat edintitas Sabina. Tapi, entah kenapa saya mampu menebak bahwa
Sabina adalah Aisha. Yang membuat saya penasaran kemudian, benarkah Sabina itu
Aisah? Dan, bagaimana akhir cerita antara Sabina atau Aisah dengan Fahri? Pertanyaan inilah yang membuat saya ingin segera menghatamkan novel ini.
Selanjutnya,
Sabina tinggal satu rumah dengan Fahri. Menjadi pembantu Fahri. Bahkan, Sabina
mengusulkan agar Fahri menikah dengan Hulya, sepupunya. Beberapa hari kemudian,
Fahri benar-benar melamar Hulya dan menjadikannya istri. Mereka hidup bersama.
Sabina sebagai pembantu dan tempat curhat Hulya. Sabina rela memberi solusi
yang terbaik untuk mereka.
Di
sisi lain, kadang, saat melihat kebersamaan Fahri dan Hulya, mata Sabina
berkaca-kaca. Sakit. Ya, pasti sakit. Mana ada wanita yang rela suaminya
dimiliki orang lain? Tapi sayang, Kang Abik sama sekali tidak menggambarkan
perasaan Sabina.
Selain
cinta suci pada istri, Novel ini juga mengampanyekan cinta pada sesama manusia.
Baik pada muslim atau non muslim. Hal ini terlukis ketika Fahri membantu Nenek Catarina,
Jason, dan Keira. Mereka semua tetangga Fahri yang non muslim. Tapi, Fahri
dengan tulus membantu mereka. Dengan bantuan Fahri, mereka bisa menggapai
cita-cita. Cerita ini menggambarkan betapa mulia agama Islam. Betapa tingginya
toleransi dalam Islam.
Tujuan
Fahri melakukan hal itu hanya satu. Menampakkan Islam yang diajarkan
Rasulullah. Bahwa Islam itu santun, ramah, dan bersahaja. Tidak radikal, tidak
keras, dan tidak kasar sebgaiamana yang difahami kebanyakan orang barat.
Kalau
kepada Non Muslim Fahri sebegitu baiknya, apa lagi kepada orang Islam. Fahri
menanggung biaya kuliah Misbah, sahabatnya ketika kuliah di Al-Azhar. Menolong
Sabina dari keterlantaran. Fahri juga menggalang dana untuk disumbangkan ke Muslim
Palestina, Negara yang dijajah Israel.
Selain
alur ceritanya yang membuat kesemsem, Novel ini serat sekali dengan ilmu
pengetahuan. Diantaranya masalah Amalek. Fahri mampu meruntuhkan
anggapan bahwa Israel bangsa pilihan. Dengan berlandasan kitab-kitab mereka,
Fahri memaparkan bahwa Israel tidak layak menyandang “bangsa pilihan”. Sebab, ada
syarat yang tidak terpenuhi.
Pun
pula, Novel ini menangkal faham-faham membahayakan. Seperti Ateis yang memiliki
faham agama harus disingkirkan dan Liberal yang berfaham semua agama sama. Namun,
secara keseluruhan, Novel ini ingin menghilangkan Islamofobia. Novel ini seakan
berteriak bahwa Islam tidak kejam. Islam agama rahmat untuk sekalian alam.
Islam penuh cinta dan toleransi. Tentu, tidak menghilangkan ketegasan dan jati
diri.
Maka,
sangat penting Novel ini untuk dibaca. Agar pemahamana kita tentang Islam
semakin mendalam dan mengakari jiwa. Dengan membaca Novel ini, kita juga akan
mempunyai gambaran tentang luar negeri. Misalnya, kekejaman Israel dan suasana
di Inggris raya. Rasa-rasanya sangat rugi kalau tidak membaca Novel Ayat-Ayat
Cinta 2 ini.
Wallahu
A’lam
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda....!